[Resensi] Mata dan Rahasia Pulau Gapi - Okky Madasari

gambar diunduh dari gramedia.com, diedit

Judul: Mata dan Rahasia Pulau Gapi

Penulis: Okky Madasari

Editor: Dwi Ratih Ramadhany

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: November 2018

Tebal: November 256 hlm.

ISBN: 9786020619385

***

Matara, yang gagal masuk ke sekolah impian, bersama orangtuanya pindah ke Pulau Gapi di wilayah timur laut kepulauan Indonesia. Kepindahan ini tak hanya membawa Matara ke tempat-tempat baru, tapi juga membawanya menyusuri waktu, menjelajahi masa lalu. Mulai dari masa ketika kapal-kapal besar pertama kali mendarat dan menjadikan pulau itu sebagai salah satu pusat dunia, masa ketika ilmuwan besar Wallace menulis surat pada Darwin dari salah satu sudut pulau itu, masa ketika bendera merah-putih telah dikibarkan di seluruh pulau tapi justru membuat pulau itu sepi dan terlupakan. Hingga masa terbaru, ketika Matara dan dua sahabatnya harus menyelamatkan pusaka-pusaka Pulau Gapi.

Mata dan Rahasia Pulau Gapi merupakan buku kedua dari kisah Mata menjelajahi Nusantara, setelah buku pertamanya, Mata di Tanah Melus. Buku selanjutnya: Mata dan Manusia Laut.

***

Ada rasa yang bercampur antara sedih, kecewa, marah, kesal, ketika Matara gagal masuk SMP favorit di Jakarta. Padahal segala usaha sudah dilakukan agar Matara tergolong anak-anak yang cerdas. Di tengah kesedihan itu, papa Matara membawa kabar kalau dia mendapatkan pekerjaan baru di luar Jawa, tepatnya di Kepulauan Maluku. Lebih spesifik di Pulau Gapi.

Di pulau itu Matara bertemu dengan kucing istimewa yang bisa bahasa manusia, Molu. Bersama kucingnya itu, Matara melakukan petualangan hebat di salah satu benteng yang sudah jadi puing-puing, hingga ia bertemu dengan si Laba-laba yang merupakan jelmaan baru dari anjing yang dipelihara Sultan

Kabar buruk tentang benteng yang akan diubah menjadi mall membuat Laba-laba marah. Sehingga dia nekat menyakiti orang yang mengusik benteng dengan gigitannya yang mematikan. Semakin orang-orang proyek berambisi, Laba-laba semakin berusaha menggagalkan. Beruntung dia dibantu oleh Matara dan Molu.

Setelah kemarin saya membaca novel anak ketiga dari series Menjelajahi Nusantara yang berjudul Mata dan Manusia Laut, rasanya kurang lengkap kalau saya meninggalkan novel keduanya ini. Dan saya bersyukur bisa membacanya novel anak ini.

Di novel ini pembaca akan diajak ke Kepulauan Maluku, tepatnya di Pulau Gapi. Dari pulau Gapi kita bisa melihat dua pulau yang berdampingan: Pulau Meitara dan Pulau Tidore. Pemandangan ini bahkan muncul di uang kertas seribu.

Ciri khas Pulau Gapi menurut novel ini adanya Gunung Gamalama dan benteng-benteng peninggalan zaman dulu. Terkait sejarah di Pulau Gapi, atau secara umum di Maluku, akan dituturkan oleh kucing bernama Molu, yang merupakan kucing istimewa karena usianya tidak pernah tua sehingga terbilang dia hewan abadi yang melintasi banyak generasi. Pada perkenalan pertama dengan Matara, Molu menceritakan banyak kisah masa lalu termasuk sejarah yang dia saksikan di Maluku ini.

Sejarah penjajahan yang dialami penduduk Maluku terdiri dari tiga fase: penjajahan Portugis, penjajahan Belanda, dan penjajahan Jepang. Beberapa masa terbilang aman ketika Sultan bisa mengendalikan kekuasaan sehingga penjajah bisa diusir dari tanah Maluku. Tapi setiap pergantian Sultan memiliki perbedaan cara memimpin. Sehingga kondisi Maluku pun berubah-ubah.

Bagian menarik dan dramatis ketika Molu menceritakan kisah hidup orang Portugis bernama Adao yang kemudian dia menikahi perempuan Pulau Gapi bernama Faida. Saat usia senja mereka, Portugis berhasil digulingkan. Banyak yang bersembunyi di benteng. Mereka sudah khawatir akan dibantai oleh pasukan Sultan. Tetapi dengan kebijaksanaan Sultan, mereka dilepaskan dan dipersilakan meninggalkan Kepulauan Maluku sebelum matahari terbenam.

Namun Adao dan Faida tidak turut serta. Mereka merasa Pulau Gapi adalah rumah mereka sehingga mereka ingin mati di pulau ini. Kebijaksanaan Sultan mengampuni mereka dengan syarat berupa pengabdian menjaga pusaka kerajaan di Danau Tolire. Sampai ajal menjelang, pasangan ini kemudian berubah menjadi buaya putih yang menjaga Danau Tolire.

Maluku sering disebut sebagai pulau seribu benteng. Menurut penelusuran saya di beberapa artikel ada beberapa bentang yangs sering disebut yaitu: Benteng Toloko (Portugis), Benteng Oranje (Belanda), Benteng Kalamata (Portugis), dan Benteng Kota Janji (Portugis). Latar benteng yang dipakai dalam novel ini lebih mendekati ke penjelasan Benteng Kota Janji sebab penjelasan mengenai benteng ini disandingkan dengan sejarah pembunuhan Sultan Khairun dan memicu pengusiran orang-orang Portugis pada masa itu. Ini relevan dengan penjelasan Molu ketika menceritakan Sultan yang kepalanya dipenggal saat diundang oleh orang-orang Portugis.

Membaca novel yang dikarang oleh Okky Madasari secara penceritaan memang sudah sangat baik. Poin-poin yang disampaikan cukup padat sehingga mudah dipahami. Apalagi penulis sudah menyesuaikan pemilihan diksi untuk menyampaikan informasi dengan sudut pandang tokoh anak. Sehingga tokoh Matara bukan terbilang anak 12 tahun yang serba tahu.

Dari novel ini kita diajak untuk mengenali sejarah melalui peninggalan pada masa lalu. Salah satunya adalah keberadaan benteng yang merupakan bagian tak terpisahkan dengan sejarah negara ini. Selain itu, penulis juga ingin mengajak kita semua untuk menyadari arti penting sejarah sehingga kita bisa sama-sama menjaga cagar budaya dengan baik. Ini berkaitan dengan konflik dalam novel ini soal mau merubah cagar budaya menjadi bangunan modern.

Untuk petualangan Matara dengan kawan barunya, Molu dan Laba-laba, saya memberikan nilai 3 bintang dari 5 bintang.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!

2 komentar:

  1. Penasaran sama tulisan okky madasari. Tapi aku belum baca satu pun. Nanti dibaca deh kalo ada waktu. Hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Kak Ila, dan novel series Menjelajahi Nusantara ini terbilang ringan dibandingkan karya kak Okky yang lainnya.

      Hapus