Agustus 03, 2022

[Buku] Nyaliku Kecil Seperti Tikus - Yu Hua


Judul:
Nyaliku Kecil Seperti Tikus

Penulis: Yu Hua

Penerjemah: Sophie Mou

Penyunting: Eka Saputra & Nurjannah Intan

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: Juli 2022, cetakan pertama

Tebal: vi + 182 hlm.

ISBN: 9786022919148

Yang Gao tak pernah mengerti alasan orang-orang sering sekali meremehkannya. Mereka selalu mengatainya pengecut seperti tikus hanya karena ia menolak menuntut. Padahal, ia selalu merasa hidupnya baik-baik saja. Ia tak pernah berpikir untuk mengeluh meski bekerja paling rajin, tetapi diganjar dengan upah terkecil. Bahkan, Yang Gao tak pernah mau melawan setiap cacian maupun pukulan. Ia bukannya penakut, hanya tak suka ribut.

Hingga suatu ketika, tragedi menimpa ayahnya membuat ia mulai memikirkan satu hal: sebuah pembalasan.

***

Sinopsis

Buku ini memiliki tiga cerita yang tidak berkaitan. 

[1] Nyaliku Kecil Seperti Tikus menceritakan tokoh bernama Yang Gao yang dalam hidupnya banyak hal yang dia takutkan. Dari sejak kecil hingga ia dewasa. Awalnya takut angsa dan takut naik pohon, lalu setelah dewasa dia takut mengatakan keinginannya sehingga saat ia sudah bekerja, gajinya tetap kecil dibandingkan kawan seangkatannya gara-gara Yang Gao enggan bermain trik. Sehingga sepanjang hidupnya melekat sebutan pengecut. Cemoohan dan ejekan memang menyakitkan tapi Yang Gao tidak  berani membela diri. Dia seperti ayahnya yang enggan mencari ribut. Perbedaannya, ayahnya mampu membalas sakit hati meski harus mati, sedangkan Yang Gao memilih dipukuli meski ia ingin berkelahi.

[2] Sebuah Kenyataan menceritakan keluarga yang terdiri dari seorang ibu yang sudah renta dan dua anak laki-lakinya (Shan Gang dan Shan Feng) yang sama-sama sudah menikah dan sudah memiliki anak. Suatu hari istri Shan Feng menemukan anaknya yang masih balita terbaring mati di halaman, dan diketahui yang membuat anaknya begitu adalah Pippi, anak Shan Gang. Dari kejadian ini berurutan kakak-adik ini meminta pertanggungjawaban. Setelah anaknya mati, Shan Feng ingin Pippi juga harus mati. Setelah Pippi mati, Shan Gang meminta istri Shan Feng diserahkan. Tragedi yang tidak ada ujungnya.

[3] Suatu Kebetulan menceritakan sebuah pembunuhan di Kafe Lembah yang menewaskan salah satu pengunjung dengan tikaman pisau tetapi si pembunuh justru menyerahkan diri ke polisi saat itu juga. Ada dua saksi bernama Chen He dan Jiang Piao yang saat itu juga berada di TKP. Ketika mereka jadi saksi, polisi tertukar menyerahkan kartu identitas mereka. Dan sejak itu Chen He dan Jiang Piao saling berkirim surat membicarakan soal pembunuhan itu dengan dugaan-dugaan versi masing-masing.



***

Resensi

Saya bisa menyebut ketiga cerita tersebut sebagai novela. Karena pada akhirnya buku ini hanya berisi tiga cerita saja dengan alur dan tokoh yang membentuk kesimpulan. 

Ketiga ceritanya menarik dan memiliki aura yang berbeda satu dengan yang lain. Kalau pun harus dicari persamaannya, mungkin akhir kisahnya yang tragis bisa dijadikan poin itu. Kematian yang disengaja, baik dibunuh maupun bunuh diri, bakal ditemukan dalam ketiga cerita tersebut. Pada cerita Nyaliku Kecil Seperti Tikus kita akan mendapati ayah Yang Gao bunuh diri demi membalas dendam karena harga dirinya dilecehkan di depan anaknya.

Sedangkan pada cerita Sebuah Kenyataan akan kita temukan lebih banyak kematian.  Begitu membaca cerita ini saya jadi ingat dengan pembukaan cerita buku Tiga Dalam Kayu karya Ziggy Z. yang menarasikan pembunuhan dengan santai, pelakunya anak-anak pula. Yang masih hidup dalam cerita ini adalah para istri. Ibu, kakak-beradik, dan anak-anak mereka mati. Yang menarik dari cerita ini tentu saja proses kematian mereka yang harus kita ikuti. 

Lalu pada cerita Suatu Kebetulan ada kematian akibat pembunuhan. Kasus yang kemudian dibicarakan dua tokoh utamanya namun mereka akhirnya mengulang pembunuhan tersebut. 

Untuk tema yang paling kental dalam buku ini adalah keluarga, bisa soal hubungan orang tua-anak atau suami-istri. Tema ini biasanya memberikan efek kehangatan pada pembaca tetapi pada buku ini jangan mengharapkan itu, kita justru akan lumayan terusik dengan alur cerita yang benar-benar membagongkan mental.

Penyebab efek itu karena konflik yang disajikan terlalu kelam. Tokoh-tokohnya memiliki konflik batin yang besar dengan kehidupan sehingga penulis mengeksekusi ceritanya tidak dengan manis, melainkan ditutup dengan tragedi.


Saya menyukai buku ini karena gaya bahasa yang digunakan penulis benar-benar khas buku asia: perlahan, detail, tajam, dan menghanyutkan. Walau konflik yang dibawakan penulis terbilang ngeri tetapi dengan gaya bahasa yang saya sebutkan sebelumnya, cerita terasa punya rasa magic dan menjadi lebih dramatis.

Setelah membaca buku ini saya merasakan hati saya jadi lebih besar ketika memandang kehidupan dibandingkan sebelumnya, lebih bersyukur juga, sebab tokoh-tokoh dalam buku ini punya kehidupan yang tragis, yang menghimpit mereka untuk keluar dari konflik dengan harus membuat keputusan yang baik.

Untuk ketiga cerita yang dikarang Yu Hua saya memberikan nilai 4/5 bintang. Buku ini menyegarkan sebagai bacaan literasi asia walau isi ceritanya tidak semenyegarkan itu.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!


Agustus 01, 2022

[Buku] The Coffee Memory - Riawani Elyta


Judul:
The Coffee Memory

Penulis: Riawani Elyta

Penyunting: Laurensia Nita

Perancang sampul: Satrio d'Labusiam

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: Maret 2013, cetakan pertama

Tebal: vi + 226 hlm.

ISBN: 9786027888203


Saat aroma kopi itu menjauh, kusadari bahwa kau tak mungkin kutemui lagi.

Seperti aromamu yang terempas oleh butir udara, meninggalkanku dalam sunyi yang dingin.

Sampai kusadari kau hadir, menyergapku dalam diam, mengembalikanku dalam kenangan.

Dan, menabur aroma yang sama dengan apa yang telah kutinggalkan.

Ketika itulah aku pahami, aku tak mungkin berpaling lagi.

***

Sinopsis

Novel The Coffee Memory ini menceritakan tokoh utama bernama Dania Aliffa yang tengah berduka setelah suaminya, Andro, meninggal dalam kecelakaan. Kehilangan pasangan hidup membuat semangat Dania merosot. Padahal ada tanggung jawab yang melekat padanya yang mesti diemban: mengurus anak laki-lakinya (Sultan) dan mengurus usaha kafe mereka  (Katjoe Manis).

Di masa kebangkitannya meniti hidup dari awal lagi, Dania harus menghadapi orang-orang yang enggan ia ladeni. Redi, kakak iparnya, selalu mendesak Dania untuk menjual kafenya karena dianggap Dania tidak akan bisa menjalankan bisnis ini. Pram juga muncul setelah sekian lama tidak bertemu, Dia mantan Dania saat sekolah tetapi penilaian Dania pada Pram sudah rusak sejak tahu niat asli Pram mau menjadi pacar Dania saat itu. Dan ujian paling puncak ketika kafe Katjoe Manis kebakaran tidak menyisakan apa pun.

Beruntung ada Barry yang bisa Dania andalkan. Barry, barista yang baru-baru ini direkrut, memiliki misteri yang masih belum masuk akal Dania mengenai alasan dia meninggalkan pekerjaan dulu yang sudah mapan dan pindah ke kafe kecil yang sedang dihidupkan kembali. Tetapi peran Barry sangat berjasa. Hingga pada saat Dania tahu isi hati Barry, kebimbangan menerpa dirinya. 



***

Resensi

Novel The Coffee Memory ini merupakan novel lawas yang sengaja saya baca lagi karena sedang kangen dengan cerita manis ala Penerbit Bentang. Dulu, penerbit ini salah satu yang paling banyak mengeluarkan novel roman dengan cerita yang segar dan manis. Dan novel ini masuk dalam jajaran judul series Love Flavour. Selain novel ini ada judul lain yang masuk series ini: The Mint Heart (Ayuwidya), The Strawberry Surprise (Desi Puspitasari), The Mocha Eyes (Aida M. A.), The Vanilla Heart (Indah Hanaco), dan The Chocolate Chance (Yoana Dianika).

Konflik besar pada novel ini adalah proses move on Dania, lalu bagaimana dia memperbaiki hal-hal yang harus segera dibereskan. Pembaca akan diajak mengikuti Dania yang mencoba berdamai dengan rasa kehilangan. Hatinya tertutup rapat bagi siapa pun yang mengetuk. Baginya Andro segalanya.

Proses meluruskan kaki untuk berdiri setelah ditimpa cobaan bertubi-tubi bukan perkara mudah. Kita bisa belajar dari kisah Dania ini, dalam proses move on itu dibutuhkan pendamping. Bisa orang tua, saudara, sahabat, atau bahkan ahli kesehatan. Karena jika sendirian menanggung perasaan nelangsa itu, justru kita akan makin tenggelam. Fungsi pendamping ini untuk mengingatkan kalau dunia nyata ini bukan soal kehilangan semata, tapi ada banyak hal penting lain yang mesti tetap diperhatikan. Dalam novel ini yang menjadi pendamping Dania adalah mamanya. Dia yang berinisiatif membangkitkan semangat Dania agar bisa melanjutkan hidupnya kembali.


Sebagai novel roman, sisi percintaan yang disajikan penulis memang pas. Bukan yang berbunga-bunga ala remaja SMA ya, tapi ini cinta yang lebih mendalam karena tokoh-tokohnya dewasa. Dan yang paling penting, novel ini mencoba menggali lebih dalam sisi dari kopi dan dunianya. Ada pembahasan soal jenis kopi dan penyajian, ada bahasan soal kafe dan ide-ide bisnisnya, juga ada pembahasan soal komunitas pecinta kopi yang jadi bagian tak terpisah dari eksistensi kopi itu sendiri.

Perjalanan move on Dania disusun dengan rapi dan runut. Pada mulanya dia egois untuk menyimpan perasaan atas nama Andro tetap bercokol di hatinya dan tidak ada yang bisa menggantikan itu. Tetapi seiring berjalannya waktu dan mata Dania makin terbuka, perlahan hatinya bisa mulai fleksibel dalam menghadapi beberapa orang yang mau mampir mengisi ke kosongan itu. Walau pada akhir novel ini disinggung sangat tipis kemungkinan kepada siapa Dania menambatkan hatinya kembali.

Kover novel ini sangat cantik. Dengan gamplang mengabarkan isi bukunya tentang apa. Pembaca bisa menebak sejak awal ada item penting apa dalam kisahnya. Tetapi pemilihan font dengan warna emas membuat saya agak repot memotret agar tulisan tersebut terbaca jelas. Alhasil, foto yang di sinilah hasil maksimalnya, hehe.

Saya sangat-sangat-sangat menikmati membaca novel roman lawas ini. Kopi dan kisah cintanya cukup memberikan kesan. Untuk aroma kopi yang semerbak dalam novel ini saya memberikan nilai 4/5 bintang.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Juli 26, 2022

[Buku] Rinduku Sederas Hujan Sore Itu - J. S. Khairen


Judul:
Rinduku Sederas Hujan Sore Itu

Penulis: J. S. Khairen

Penyunting: Teguh Afandi & Yuli Pritania

Penerbit: Noura Books

Terbit: Maret 2019, cetakan pertama

Tebal: xii + 266 hlm.

ISBN: 9786023858026


Hujan adalah janji setia langit kepada bumi. Yang pasti datang, tanpa payah menunggu. Kita terjebak di hujan yang sama, namun tak bisa saling bicara. Membuatku terus menunggumu memutar badan dan melempar senyum kepadaku.

Aneka rasa tumpah dari langit. Cemas dan rindu tanpa bisa kucegah. Rasa yang begitu besar, yang melenyapkan rasa lainnya.

Jarak kita tak jauh. Namun tak bisa bertatapan, apalagi berbicara. Rinduku sederas hujan sore itu.

***

Sinopsis

Saya tidak tahu harus menyebut buku 'Rinduku Sederas Hujan Sore Itu' sebagai apa; novel, kumcer atau buku puisi, sebab buku ini berisi 19 cerpen dan 10 puisi dengan ragam tema.

Saya harus akui kalau saya kurang bisa menikmati puisi. Rasanya sudah lama sekali saya tidak membuat puisi padahal jaman SMA dulu saya bisa menghabiskan beberapa buku untuk ditulisi karya puisi amatir. Kepekaan saya untuk menikmati puisi sudah sangat berkurang. Sekarang saya justru lebih menyukai cerpen dan novel sebab dari bacaan ini saya bisa mengikuti alur dan konflik yang disajikan penulis. Jadi puisi dalam novel ini akan saya skip ya!

Dari sekian banyak tema yang dibawakan penulis, yang bisa membuat saya terharu bahkan menangis adalah ketika membaca cerpen yang temanya keluarga: hubungan anak dan orang tua, hubungan suami-istri, atau hubungan kakak-adik.

Seperti pada cerpen Do[s]a, kita akan menemukan konflik antara anak dengan orang tua. Cerpen ini menceritakan bagaimana menjadi anak perempuan yang tinggal dengan ayahnya tetapi tanpa ibu. Orang tua si Aku harus berpisah karena perbedaan agama. Perjalanan 'Aku' dipaparkan dengan runut dari mulai usia anak-anak sampai sudah menikah. Ketiadaan Ibu menjelma kerinduan yang menggunung, yang terbentuk dari perasaan kesal, pengharapan, marah, dan ingin dicintai. Pernyataan penutup cerpen ini bikin terharu, "Kami bersatu dalam rumah ini walau Ayah tak lagi ada. Namun, aku merasakan kehadiran Ayah, setiap detik."- hal. 14

Cinta seorang suami diuji ketika si istri belum bisa memberikan anak yang berumur panjang, ceritanya akan kita temui pada cerpen berjudul Cintaku Lumpur Sepaha. Cerpen ini berhasil membuat hati menghangat meski sebelum mencapai fase itu, kita akan dibuat geram dengan opsi yang akan dipilih si suami. Karena dua kali mempunyai anak dan dua kali harus menguburkannya, seorang suami dibingungkan untuk setia atau menikah lagi demi mendapatkan keturunan. Yang bikin cerpen ini berbobot karena penulis membangun ceritanya utuh, dimulai dari proses perkenalan sampai pasangan suami istri ini bersatu.

"Sampai maut memisahkan, takkan aku memadumu. Tidak harus punya anak, yang penting aku selalu bersamamu.... Tidak di dunia ini, di akhirat nanti pasti akan diberi oleh Sang Mahapasti." -hal.41

Cerita mengenai kehilangan kakak yang dibalut dunia musik dapat dinikmati pada cerpen berjudul Ketukan 1/64. Pembaca akan diajak mengenal lebih dulu kedekatan kakak-adik sebelum pada bagian yang cukup memilukan. Kedekatan sesama saudara sedarah biasanya akan mengoneksikan firasat-firasat dan pada cerpen ini cukup kerasa hal tersebut. Sayangnya, takdir ingin cerita lain sehingga firasat saja tidak bisa membelokkan takdir.

Takdir tragis lagi-lagi akan kita temukan di cerita Mungkin Aku yang Jahanam. Seorang ibu yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan akhirnya melarikan diri. Namun cengkraman suami yang berjubah loreng begitu erat sampai tega memisahkan hubungan anak dan ibu. Bertahun-tahun mencoba untuk baik-baik saja tidak bisa mencegah kewarasannya. Apalagi sejak tahu anaknya justru tidak menghendaki keberadaannya. Makin terguncanglah kewarasannya. 

Selain tema keluarga, kita juga akan menemukan cerita roman yang penuh warna. Untuk cerita Bunga Rinai, yang tampaknya merupakan ide judul buku ini, belum membuat saya tersentuh. Ceritanya sendiri tentang kisah cinta Luthfi dari SMA yang tidak pernah tuntas, dan dia harus menemukan takdir lain setelah bertahun-tahun berpisah yaitu pujaan hatinya mendahului menghadap Tuhan. Dan alurnya ya sebatas bagaimana si cowok melalui kisah cintanya tanpa melibatkan konflik lain. 

Mungkin yang paling masuk ke emosi saya adalah cerita Langsung Tidurkah Engkau, Kekasihku? Di sini kita akan menemukan sosok bajingan dari lelaki yang sudah tunangan tapi secara sembunyi-sembunyi masih sering menggoda perempuan lain. Ketika apes salah kirim pesan, si lelaki menggunakan sahabatnya sebagai alibi. Walau tidak tahu nanti kehidupan pasangan ini akan berakhir apa, saya sih percaya kelakuan begitu enggak akan sembuh. Kapan waktu pasti akan kumat. Sayang aja gitu dengan perempuannya yang kapan waktu akan jadi korban.


***

Resensi

Keragaman tema yang disajikan penulis dalam cerpen-cerpennya membuat kita bisa memetik banyak pelajaran hidup. Tapi memang kekurangan dalam cerpen adalah tidak punya cerita utuh, penggalian karakter, dan pendalaman konflik, sehingga kita hanya bisa menemukan pelajarah hidup yang terbatas pada kapan cerpen dimulai dan kapan cerpen diakhiri.

Pada cerpen Do[s]a kita bisa memaknai mengenai memaafkan dan berdamai dengan keadaan. Sedangkan pada cerpen Mungkin Aku yang Jahanam kita bisa menemukan betapa besarnya cinta seorang ibu.

Untuk gaya menulis Kak J.S. Khairen bagi saya terlalu lugas, tegas, dan lincah. Kesan ini muncul sejak saya membaca novel beliau yang berjudul Kami (Bukan) Sarjana Kertas. Bagi saya, gaya menulis beliau belum nyaman dinikmati sebab saya tidak merasakan kekhasan yang tebal dari gaya Kak Khairen memilih kata dan meramu kalimat untuk media beliau memaparkan kisah. Istilah saya untuk tulisan beliau itu, belum legit, terlalu to the point, padahal beberapa sudut tulisan beliau membutuhkan sentuhan rasa.

Yang saya harapkan dari novel atau cerpen Kak J.S. Khairen adalah beliau membawakan nilai budaya yang kental. Saya bisa menangkap setting yang digunakan beliau dalam beberapa cerpen di buku ini bukan lokasi yang mainstream seperti Jakarta, Bandung, atau Bali. Tapi di luar itu, dan saya menunggu sekali beliau untuk menggali nilai kebudayaan tersebut agar jadi bahan utama dalam cerpen atau novelnya. Benar atau tidak, saya merasakan sedikit rasa persamaan beliau dengan penulis novel Puya Ke Puya, Fasial Oddang (ralat ya jika ternyata Kak JS Khairen sudah punya novel atau cerpen yang nilai budayanya sudah kental, hehe)


Untuk kovernya sendiri sangat bagus. Suasananya begitu sendu nan romantis kala gerimis dengan fokus pandangan ke dua sosok utama, muda-mudi, yang berjalan berpapasan saling membelakangi. Dan menurut saya kover ini paling pas untuk kover novel dibandingkan kover kumcer. Potensial banget mempresentasikan cerita roman yang nggak ceria-ceria amat.

Secara keseluruhan buku ini masih dapat dinikmati. Perbaikannya adalah bisa tidak ya dalam satu buku jangan sampai isinya berbelas cerpen, sebab setelah baca lewat 7 cerpen, saya suka lupa dengan cerita cerpen awalnya. Mungkin bisa ditambahkan detail untuk beberapa cerpen sehingga jumlah katanya menjadi lebih banyak dan ini akan memangkas beberapa judul. Dan untuk buku ini saya memberikan nilai 3/5 bintang.

Sekian ulasan dari saya. Sebelumnya saya mohon maaf untuk Kak J.S. Khairen dan beberapa pihak yang membantu saya mendapatkan novel ini, karena ulasan saya molornya terlalu-terlalu-terlalu lama. Alasan sebabnya bisa saya jabarkan banyak, tetapi saya mengakui intinya adalah saya masih belum bisa berkomitmen secara tegas. Ini jadi pelajaran besar untuk saya ke depannya.

Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa terus membaca buku!

Juli 19, 2022

[Buku] They Saw Too Much - Alan Gibbons


Judul:
They Saw Too Much

Penulis: Alan Gibbons

Penerjemah: Rifky Ravanto Putra

Penyunting: Shafira Amanita

Penerbit: M&C!

Terbit: Oktober 2019, cetakan pertama

Tebal: 272 hlm.

ISBN: 9786024807603

Siapa yang bisa kau percayai ketika nyawamu taruhannya?

John berusaha keras melupakan masa lalunya dan pindah ke Crosby bersama keluarganya. Di tempat barunya itu, dia berteman-dan berharap bisa menjadi lebih dari teman-dengan Ceri, gadis muram misterius yang penuh rahasia.

Mereka berdua mendapatkan tugas untuk memotret sebuah objek wisata. Namun, tugas tersebut menjadi awal mimpi buruk kedua remaja itu ketika mereka tanpa sengaja memotret sebuah pembunuhan. Sejak itu, John dan Ceri harus melarikan diri dari kejaran si pelaku. Anehnya, John bersikeras tidak mau melaporkan hal ini pada polisi...

***

Sinopsis

John dan Ceri, remaja 16 tahun, mendapatkan tugas memotret tempat wisata di pantai. Seseorang dengan langkah sempoyongan menabrak John. Lalu dia melihat orang tersebut dikerubut dua orang. John memotret kejadian itu, salah satunya dengan mode flash. Tau ada yang mengetahui aksinya, dua orang tersebut mengejar John dan Ceri. Ketika mereka melihat hasil fotonya, ternyata itu adalah aksi pembunuhan.

John dan Ceri jadi target pengejaran. Peristiwa ini bahkan menyebabkan Ibu dan Adik John disekap sebab John dan Ceri berhasil lolos. Ceri meminta John untuk menelepon polisi tapi selalu dicegah. Kemana pun mereka lari, dua pria itu bisa menemukan. Akhirnya John meminta bantuan keluarga teman kecilnya, Jimmy dan ayahnya, Otis. Tapi tetap saja John dan Ceri terendus penjahat. Mereka berdua kembali melarikan diri.

Dalam pelarian ini, John dan Ceri yang bukan teman di sekolah, membuka diri untuk saling kenal. John sendiri sudah terpikat oleh Ceri sejak awal, tetapi Ceri yang tipe gadis muram sangat sulit didekati. Dan kebersamaan mereka secara perlahan membuka cerita yang disimpan masing-masing. John punya cerita tentang ayahnya yang bekerja di Doha, dan Ceri punya cerita tentang perlakuan buruk ibunya yang pecandu obat-obatan.


***

Resensi

Berangkat dari kejadian pembunuhan yang tanpa sengaja disaksikan, cerita ini bergulir menjadi aksi melarikan diri dari kejaran penjahat. Karena kedua tokoh utama masih usia remaja, keputusan-keputusan mereka dalam pelarian tersebut tergolong rawan, tidak matang. Sehingga dua remaja ini kerap berselisih paham soal apa yang harus dilakukan. 

Penulis membangun kedekatan John dan Ceri dengan sabar. John bisa sangat menyenangkan, tapi lain waktu bisa menyebalkan. Ceri pun demikian, kadang bisa jadi gadis manis yang menyenangkan, tapi lain waktu bisa berubah menjadi penggerutu. Dialog mereka yang mulai membuka diri menceritakan kisah muram yang dimiliki masing-masing membuat keduanya saling paham satu sama lain. Sampai pada puncak kasus membereskan penjahat ini, John dan Ceri mengalami banyak perubahan sikap. Pelarian mereka dianggap sebagai petualangan pencarian jati diri.

Tema keluarga lebih banyak dibahas dalam novel ini. John memiliki hubungan kurang baik dengan ayahnya yang punya masa lalu kelam. Ayahnya adalah penyebab mereka pindah rumah,. Ayahnya pergi ke Doha demi menghindari efek jahat dunia yang sempat dimasukinya. Bahkan pembunuhan di pantai yang menewaskan Leroy Brown, masih ada kaitan dengan ayahnya. Tetapi ketika keadaan sudah tidak bisa dikendalikan, John tetap menghubungi ayahnya dan berharap kepadanya. 

Dari sisi John, kita bisa belajar jika manusia tidak ada yang seutuhnya baik. Siapa pun bisa memiliki masa lalu kelam. Tetapi ketika mereka sudah berbenah jadi lebih baik, di situ kita harus menghormatinya dengan memberikan kepercayaan.

"Kepercayaan adalah sesuatu yang harus kau berikan."- hal. 263

Keluarga Ceri lebih suram lagi. Sejak ibunya menjadi pecandu obat-obatan, hidupnya berubah. Kebahagiaannya dirusak. Bahkan anjing kecil kesayangannya pun sampai dijual demi uang agar bisa membeli barang haram itu. Ceri tidak bisa diasuh oleh neneknya yang punya penyakit kanker dan harus dioperasi. Dia akhirnya masuk ke panti asuhan. Sikap murung Ceri dibentuk dari perjalanan hidupnya yang begitu tidak menyenangkan.

Namun setelah kejadian melarikan diri ini, Ceri menjadi sosok dewasa yang bisa melihat ibunya dengan penilaian baik sebab ibunya sedang proses menjadi lebih baik.


Tema petulangan dalam novel ini pun seru diikuti. Saya bahkan sampai ikut deg-degan ketika tempat persembunyian John dan Ceri berkali-kali bisa ditemukan dua penjahat itu. Ada aksi perkelahian, ada aksi kejar-kejaran mobil, sampai ada aksi bersembunyi agar tidak diketahui orang lain termasuk polisi. Pada momen melarikan diri ini, hubungan roman John kepada Ceri disajikan dengan manis. 

John begitu menyukai Ceri, tetapi Ceri menolak karena ia merasa rendah diri dan minus percaya orang lain. Alhasil beberapa adegan romantis berujung perdebatan karena salah sangka. Misalnya adegan ciuman John ketika ia bisa membuat Ceri tertawa senang. Di pikiran John, Ceri sudah menerima keberadaannya, tetapi Ceri marah dan meyakinkan John kalau ia tidak menyukainya.

John dan Ceri adalah tipikal remaja yang keras kepala, merasa keputusannya paling baik, dan sering menyembunyikan kata hati. Sayangnya, dalam novel ini tidak ditekankan jika John adalah remaja kulit hitam. Sempat disinggung pada awal-awal mereka melarikan diri, tapi setelahnya ciri ini tidak disampaikan ulang. Ini bisa mengaburkan pembaca soal John sebagai sosok yang bagaimana, salah-salah malah kita akan membayangkan kalau John ini berkulit putih.

"Maksudmu karena warna kulitku, aku seharusnya kenal seluruh orang kulit hitam di Liverpool?" - hal. 18.

Untuk akhir ceritanya ditutup dengan baik, setidaknya John dan Ceri bisa memulai hidup dengan tenang. Walau kalau mau dibuat sekuel, bisa saja salah satu dari penjahat yang selamat, mengejar kembali untuk balas dendam setelah ia mendekam dipenjara 8 tahun.

Hasil terjemahan novel ini sedikit agak kaku. Banyak dialog yang samar-samar diucapkan oleh tokoh yang mana. Sebab tidak ada kalimat penegasnya. Tetapi sejauh saya membacanya, tidak menjadi kendala juga. Meski begitu, garis besar ceritanya bisa ditangkap kok.

Nah, itu kesan saya setelah membaca novel ini. Dan saya memberikan nilai 3/5 bintang karena novel ini punya cerita yang akan diingat lama, tetapi novel ini bukan yang akan dibaca ulang karena ceritanya.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Juni 11, 2022

[Buku] Like A Momentary Ray Between Clouds - Mami Sunada


Judul:
 Like A Momentary Ray Between Clouds

Penulis: Mami Sunada

Alih bahasa: Joyce Anastasia Setyawan

Penyunting: Claudia Putri

Ilustrasi sampul: Resoluzy

Penerbit: M&C!

Terbit: September 2021, cetakan pertama

ISBN: 9786230305535

***

Mereka melihat kematian itu.

Mereka menyadari kesalahan itu.

Kini yang bisa mereka lakukan adalah menebus dosa-dosa itu.

Like A Momentary Ray Between Clouds adalah kumpulan cerita pendek tentang keluarga korban, tersangka, dan saksi mata setelah menyaksikan kecelakaan tragis yang menewaskan anak laki-laki berusia 8 tahun.

***

Sinopsis

Anak laki-laki berusia 8 tahun itu bernama Shun. Dia tewas tertabrak mobil di persimpangan ketika mengendarai sepeda sepulang latihan sepak bola. Berita kecelakaan ini masuk koran karena si penabrak adalah wanita yang cukup dikenal.

Kisah Chieko merupakan sudut pandang seorang perempuan yang menjadi selingkuhan dari rekan kerjanya, Kenji. Sebagai selingkuhan, Chieko cukup sabar dan tidak menuntut kepada Kenji untuk terus bertemu apalagi ketika dia tahu jika istri Kenji terlibat dalam kecelakaan yang menewaskan seorang anak laki-laki. Hubungan salah mereka pada akhirnya menemukan ujung ketika persetubuhan mereka tanpa kondom. Momen dimana keduanya akhirnya sadar kalau semua berresiko.

Kisah Yoshino justru lebih dekat dengan kehidupan Shun sebab Yoshino adalah ibunya Shun. Kehilangan anak menjadi pukulan besar baginya. Tidak mudah melewati hari-hari setelah tragedi itu. Bahkan butuh satu tahun baginya untuk mengijinkan pasangan suami istri yang menabrak Shun untuk memberikan penghormatan. Tapi Yoshino bisa bangkit kembali sampai akhirnya dia bertemu dengan Kawamata, pemilik Toserba Shizuru. Keduanya menyadari jika menimpakan takdir hari ini karena kesalahan pilihan mereka dan menjadi penyesalan, akan tambah berat untuk melangkah ke depan. Keduanya berdamai dengan masa lalu dan menyongsong masa depan dengan lebih semangat.

Kisah Kenji berkutat lebih dalam soal tragedi itu. Gara-gara dia mabuk, istrinya yang menyetir mobil dan tragedi di persimpangan itu tidak bisa dihindari. Kehidupannya berubah sebab istrinya mengalami trauma yang mendalam. Dan saat temannya, Hirota, meninggal, dia merasa kembali menghadapi kekelaman yang sama ketika tragedi itu terjadi. Setelah menghadiri persemayaman Hirota, Kenji bertemu dengan Kunugida Yuu, teman seangkatan. Dari dia terlontar cerita mengenai Hirota dan perasaannya yang dipendam.

Kisah Misato menyoroti perannya yang menjadi pelaku utama kecelakaan itu. Trauma hebat dialaminya sampai-sampai dia tidak bisa keluar rumah padahal ada kewajiban mengantar anaknya sekolah TK yang berusia 5 tahun. Beruntung dia memiliki sosok teman di sekolah TK tersebut bernama Yuu-chan, yang mengerti keadaanya sehingga Yuu-chan bisa membuat Misato nyaman untuk memulai semuanya dari awal. Selain itu Misato juga begitu mengagumi atasannya, Bu Kurogi, yang menurutnya beliau itu bisa mengendalikan situasi segenting apa pun dengan tenang dan bijak. Dari beliaulah Misato belajar lebih baik lagi.

Kisah Kouichi merupakan bagian lain dari tragedi. Dia adalah karyawan biasa yang memiliki latar belakang keluarga yang tidak lengkap. Sehingga sosoknya dikenal introvert. Begitu kenal dengan salah satu perempuan, dia justru tidak bisa mengendalikan diri dan menyebabkan kemarahan perempuan tersebut. Permintaan maafnya yang dilakukan dengan mendatangi rumah perempuan tersebut dianggap sebagai tindakan menguntit. Semua kejadian ini membuatnya kesulitan untuk keluar rumah dan pada akhirnya memilih untuk berobat ke dokter. Pikirannya menerawang jauh tentang apa yang dia alami dalam hidup dan justru melahirkan kebencian kepada perempuan itu. Momen saat dia ingin melampiaskan emosi itu, Kouichi justru melihat kecelakaan tersebut. Dia melihat bagaimana anak kecil itu yang awalnya masih bernafas hingga ia tewas di tempat. Dari tragedi ini Kouichi menyadari makna hidup yang tidak boleh sia-sia, sebab anak kecil pada kecelakaan itu seperti berusaha keras untuk tetap hidup tapi tidak bisa.

***

Resensi

Buku ini berisi kumpulan cerita dengan tokoh-tokoh yang berkaitan pada kecelakaan yang menewaskan anak laki-laki berusia 8 tahun. Sehingga kita akan dikenalkan dengan mereka dan kehidupannya. Tidak ada alur lurus yang bisa diikuti, tetapi setiap bab-nya mengajak kita untuk mendalami karakter tokohnya.

Dari buku ini kita bisa belajar bahwa setiap orang memiliki perang dan masalah hidup masing-masing. Tidak ada yang satu lebih enak daripada yang lain. Semua berusaha menemukan makna hidup yang berarti di tengah kesedihan, tragedi, kehilangan, dan masalah lainnya.

Isu sosial dalam buku ini sangat relevan dengan kehidupan kita. Perselingkuhan, LGBT, rendah diri, berpikir berlebihan, berprasangka buruk, menjadi nilai cerita yang bersifat kemanusiaan dan dari konflik seputar itu kita bisa menjadi pribadi kuat, bijaksana, dan lebih baik.

Saya menyukai cerita terjemahan dari jepang ini karena terasa kuat dari penggalian karakter. Walau konfliknya tidak dasyat, tapi penulis mencoba memperkenalkan tokoh yang bisa jadi ada di sekitar kita. Selain itu gaya bercerita yang tenang dan terarah membuat membaca buku ini seperti sedang menyelam di air: seru, nyaman dan menenangkan.



Saya juga suka dengan kover bukunya. Potret persimpangan jalan dimana Shun tertabrak mobil. Sangat gamblang mempresentasikan isi ceritanya. Dan jangan lupa juga jika buku ini dilabeli untuk pembaca umur 21 ke atas sebab ada bagian narasi seksual. Label ini juga bisa menjadi peringatan soal tema cerita yang berat, yang kayaknya lebih mudah dipahami oleh pembaca dewasa dibandingkan pembaca muda.

"... Bagiku, kehidupan ini semuanya tentang cara tangkap. Itu dan prinsip tidak melakukan hal yang tidak disukai. Itu mutlak...." (hal.123). Kalimat ini bisa menjadi resep agar memiliki pengendalian hidup yang baik. Saya memaknainya dengan jika ingin punya kehidupan baik, kita harus memiliki pandangan baik kepada khidupan sekalipun sedang tidak baik-baik saja. Dan satu lagi, melakukan hal yang kita sukai akan membuat kita merasa menikmati hidup, bukan sekadar asal hidup.

Dan menurut saya kekurangan buku ini adalah kurang tebal. Isi berupa cerpen membuat setiap tokoh yang ada diceritakan dengan padat sehingga saya belum cukup mengenal mereka. Tentu ini jadi kesulitan tersendiri bagi penulis sebab harus mengenalkan tokoh dan mencmpurkan dengan konflik hidup mereka. 

Nah, itu adalah kesan saya setelah membaca buku Like A Momentary Ray Between Clouds ini. Saya memberikan nilai 4/4 bintang. Dan saya mulai ketagihan membaca buku terjemahan asia yang diterbitkan M&C dan Penerbit Clover.

Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!

Juni 09, 2022

[Buku] Prelude - Sam Umar


Judul:
Prelude

Penulis: Sam Umar

Penyunting: Dellafirayama, Jason Abdul

Penerbit: Noura Books

Terbit: April 2014, cetakan pertama

Tebal: vi + 270 hlm.

ISBN: 9786021306185

***

Bach Festival - Festival Musik Klasik

Sesuatu memang harus diungkapkan supaya enggak ada rasa sakit...

Ada dua impian Tina. Kuliah musik di Leipzig dan menyaksikan Festival Bach. Satu per satu impiannya terwujud. Dia pun belajar selo dengan Maria Tan, pemain selo profesional idolanya. Dia juga dekat dengan Hans, seniornya yang jago main keyboard.

Dan saat musim panas menjelang, Tina semakin bahagia. Akhirnya... Festival Bach! Tina memilih Prelude dari Cello Suite No. 1 untuk audisi festival. Dan ternyata, karya inilah yang menguak rahasia-rahasia-tentang siapa sebenarnya Maria Tan, juga tentang perasaan Hans yang sesungguhnya...

***

Sinopsis

Novel Prelude ini menceritakan gadis berusia 20 tahun bernama Tina yang tengah kuliah tahun pertama di Universitas Leipzig, Jerman, mendalami musik klasik. Pilihan Leipzig ini karena merupakan pusat musik klasik terutama untuk instrumen selo dan Tina begitu menyukai komponis klasik bernama Johann Sebastian Bach. 

Tina tinggal sendiri di Jerman dan mesti berjauhan dengan ayahnya, Hendra, yang tinggal di Indonesia. Kemana ibunya? Ini bagian misteri yang tidak diketahui Tina sebab jika membahas soal ibunya dengan ayahnya, selalu berujung ayah akan marah. Beruntung, Tina memiliki beberapa teman baik seperti Laura, Hans, Martin, Lukas, dan Nadine. Selain itu Tina juga dekat dengan salah satu dosen perempuan bernama Maria Tan. Kedekatan dia dengan Bu Maria sudah seperti sahabat dan ibu-anak.

Menjelang penyelenggaraan Festival Bach, Tina mendapatkan peluang untuk menjadi peserta festival dengan mengikuti seleksi. Niat ini membuat Tina semakin rajin berlatih mengasah kemampuannya memainkan alat musik selo dengan dibantu Bu Maria. 

Pada saat mendekati hari seleksi, Tina mendapatkan fakta yang membuatnya terkejut mengenai Bu Maria. Selain itu dia juga menemukan kejelasan apa yang terjadi dulu yang menyebabkan ayah dan ibunya berpisah.

Terkuaknya misteri ini mengganggu fokus Tina mengikuti seleksi. Dalam kemerosostan emosi Tina, Hans menjadi satu-satunya teman yang selalu ada untuknya.

Rahasia apa yang terkuak? Dan bagaimana hasil seleksi Tina untuk Festival Bach ini?

***

Resensi

Saya baru tahu kalau novel Prelude ini ternyata salah satu dari Festival Series, series yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Judul lainnya adalah: Do Rio Com Amor karya Ifnur Hikmah dan Yuki No Hana karya Primadonna Angela. Ketiga novel ini mempunyai benang merah cerita mengenai sebuah festival yang ada di sebuah negara.

Tema musik klasik begitu kental dalam buku ini, terutama membahas mengenai komponis Bach. Selain rekam jejak beliau, kita juga akan diberikan pengetahuan mengenai sejarah dari lokasi-lokasi di Jerman yang berhubungan dengan Bach dan juga mengenai keluarga Bach sendiri yang ternyata kebanyakan punya darah musisi.

Dalam salah satu bagian cerita, disebutkan isu mengenai alat musik digital versus alat musik tradisional. Kehadiran teknologi canggih saat ini menghasilkan produksi musik yang tidak harus berasal dari alat musik aslinya. Dan pertanyaannya, apakah alat musik tradisional akan tergerus oleh keberadaan alat musik digital? Perdebatan Tina dengan mahasiswa lain ini ditengahi oleh Bu Maria dengan kesimpulan, "Secanggih apa pun teknologi tersebut, tetap tak bisa mengalahkan rasa yang dibawakan oleh manusia saat memainkan alat musik. Jadi kita tidak perlu khawatir." (hal. 48).

Kover novel ini sangat bagus karena langsung menyampaikan isi dari cerita di dalamnya. Tema musik novel ini ditonjolkan melalui ilsutrasi alat musik selo yang gambarnya paling besar, dibandingkan gambar alat musik lain (piano, biola, terompet...atau apa ya?)



Walau pada kovernya banyak bentuk hati, namun cerita roman antara Tina dan Hans terasa begitu tipis. Hubungan mereka yang masih malu-malu kucing untuk mengaku kalau saling suka, tidak diulik lebih dalam. Dugaan saya karena penulis ingin fokus membahas ke poin perjuangan Tina menghadapi seleksi dan ke drama keluarga Tina. Meski begitu kita tetap akan menemukan momen mengagumi sosok terkasih, merasa cemburu, dan berusaha mencari perhatian. Dan porsinya cukup untuk bikin kita merasa gemas.

Setelah membaca novel ini saya mendapatkan dua pelajaran hidup dari sosok Tina. Satu, kita harus memperjuangkan mimpi atau cita-cita kita. Selain harus rajin berlatih, kita juga harus disiplin. Awalnya akan terasa berat, tetapi jika dikerjakan, lama-lama akan terbiasa dan insyaallah akan berbuah manis. "Enggak ada pencapaian yang gemilang bila enggak ada pengorbanan." (hal. 72).

Dua, kita harus bisa memaafkan kesalahan. Karena tidak ada manusia yang sempurna, tidak ada manusia yang baik sekali sehingga tidak ada cela. Dan cara berdamai dengan kesalahan itu adalah dengan memaafkan. Ini akan membuat kita melihat orang lain dengan derajat yang baru, tidak selalu melihatnya buruk.

Ada catatan kurang bagus untuk novel ini yang mau tidak mau harus disampaikan juga. Pertama, gaya bahasa yang kaku. Awal saya membaca novel ini sempat tersendat-sendat dan hampir menyerah di tengah jalan. Bahasa yang digunakan tidak lues sehingga ketika memahami ceritanya perlu dilakukan pelan-pelan. Dan saya butuh dua kali membaca novel ini agar bisa lebih memahami ceritanya agar saya bisa membuat ulasan ini. Sekali baca malah bingung.

Kedua, sejarah dan istilah musik klasik terlalu dominan dan cara menyampaikannya begitu naratif sehingga ketika membaca bagian itu cukup bikin bosan. Penulis memang kelihatan sekali melakukan riset yang mendalam, ini dibuktikan dari daftar referensi di bagian belakang buku, tetapi sepertinya lupa kalau kebanyakan pembaca novel ini bukan orang yang paham musik klasik. Contohnya, ketika Tina dan teman-temannya berkunjung ke museum, hampir pembahasan mereka adalah menceritakan sejarah museum dan segala yang ada di dalamnya. Saya lebih suka riset ini dibawa ke dalam plot-nya dan tidak diberikan secara menjejali. 

Ketiga, penempatan ilustrasi isi yang bagus justru dikumpulkan di tengah-tengah buku untuk beberapa adegan pada beberapa bab. Alangkah baiknya jika setiap ilustrasi di tempatkan di bab yang memang ada adegan itu. Hitung-hitung sebagai bantuan untuk pembaca membayangkan adegan yang ada di narasi ceritanya.

Nah, itu adalah kesan saya setelah membaca novel Prelude ini. Terlepas dari kekurangan yang saya sebutkan di atas, novel ini masih layak dibaca untuk yang mau mengenal dunia musik klasik yang asalnya dari Jerman dan berupa alat musik selo. Akhirnya saya memberikan nilai 3/5 bintang