September 23, 2023

Resensi Novel The Mocha Eyes - Aida M. A.


Judul:
The Mocha Eyes

Penulis: Aida M. A.

Penyunting: Laurensia Nita

Sampul: Bara Umar Birru

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: Mei 2013, cetakan pertama

Tebal: x + 250 hlm.

ISBN: 9786027888326

Nilai: 4/5 bintang

Komposisi: Cinta, Kejujuran, Kelembutan, Perubahan, dan Moka

Cara penyajian: Tuangkan kejujuran, kelembutan, perubahan, dan moka ke dalam cangkir. Tambahkan 180 cc air cinta, aduk, dan sajikan.

Kehadiranmu menjadi hal yang kutunggu. Kusesap kelembutanmu dengan senyuman, menafikan sedikit pahit karena ternyata terasa manis. Kamu dan aku seperti dua hal yang terlihat senada, tetapi berbeda. Karena aku justru menemukanmu dalam sepotong cinta.

Ya, menunggumu bersatu denganku, seperti mencari rasa cokelat dalam secangkir mochacccino. Karena aku tak akan merasakan manis dalam setiap hal yang tergesa-gesa, kecuali semuanya tiba-tiba menghilang.


Novel The Mocha Eyes ini menceritakan seorang gadis bernama Muara yang karakternya berubah setelah ia diperkosa oleh salah satu kenalan di kampusnya. musibah itu pun menjadi pukulan berat bagi ayahnya sehingga kabar itu membuatnya syok dan meninggal. Muara menanggung beban berat, selain kehormatannya direnggut, ia pun merasa menjadi penyebab ayahnya meninggal.

Butuh waktu berbulan-bulan bagi Muara untuk kembali menjalani hari-harinya. Dan ketika ia sudah membuka hati kepada Damar, lagi-lagi Muara harus menelan kepahitan dengan diputuskan pacarnya dengan alasan sikapnya yang begitu dingin.

Muara bertambah skeptis kepada kehidupan. Malam hari sulit untuk tidur sebab mimpi buruk itu selalu datang. Sehingga Muara kerap terlambat masuk kerja dan itu yang membuatnya sering diberhentikan kerja. Berulang kali Ibunya menasihati namun Muara tidak mengindahkannya. Dia menutup diri, bersikap dingin, dan pesimis.

Beruntung ada tempat makan ayam goreng yang menerimanya kerja. Keseringan terlambat dan bersikap dingin belum berubah. Dan pada satu waktu ada pelatihan crew yang diadakan di puncak, di sinilah Muara bertemu Fariz, trainner-nya. Diskusi kecil yang mereka lakukan membuka babak baru. Muara diingatkan jika hidup tak melulu pahit. Melalui secangkir moka, Muara diajarkan menggali rasa cokelat yang dicampur pahitnya kopi.


Novel The Mocha Eyes ini merupakan bagian series Love Flavour yang diterbitkan Penerbit Bentang. Sebelumnya saya pernah membaca judul lainnya yaitu The Coffee Memory karya Riawani Elyta.

Kesan pertama setelah membaca novel ini, saya cukup menikmati romansa antara Muara dan Fariz yang dibangun penulis. Romansa yang dihadirkan tipikal romansa dewasa, tidak menye-menye ala anak muda. 

Isu trauma masa lalu begitu kental disampaikan pada novel ini. Saya tidak bisa membayangkan seberapa hancur hidup seorang gadis yang jadi korban perkosaan dan setelah itu ayahnya meninggal karena kejadian ini. Kasus perkosaan bukan soal sepele. Korbannya akan memikul trauma ini seumur hidup dan menjadi nasib buruk yang tidak akan pernah bisa dihapuskan atau dilupakan. Karakter Muara yang begitu skeptis pada apa pun, pendiam, tertutup, menjadi contoh efek bagi si korban. Karena korban akan kehilangan kepercayaan diri, merasa kotor, malu dengan penilaian orang di sekitar, dan di sisi lain ia enggan dikasihani.

Kehadiran Fariz sebagai konselor bagi Muara menjadi jembatan terbukanya segala perasaan yang dipendam Muara. Ini bagian penting dari isu trauma masa lalu, jika korban harus bisa membuka diri dengan menceritakan masa lalunya, apa yang dirasakannya, harapan-harapannya, agar tumpukan perasaan itu terurai. Setidaknya proses konseling ini menjadi pelepasan beban hidup, dan tujuannya agar pikiran dan hatinya lebih lega. Dengan begitu, pikiran dan hatinya bisa diisi lagi dengan hal-hal baik dan menyenangkan yang lebih banyak.


Bagian paling menyenangkan di novel ini saat Muara berangsur-angsur memiliki gairah hidup setelah ia menceritakan masalahnya kepada Fariz. Semangat Muara seperti menular kepada saya sebagai pembaca. Bukan apa-apa, saya cukup bisa merasakan karakter Muara yang gelap, dan begitu dia mulai bersinar lagi, itu membuat saya senang.

Ada beberapa catatan yang menurut saya bisa diperbaiki dalam novel ini:

  1. Karena ini novel romansa, kita akan menemukan dialog-dialog manis. Tapi jujur saja, kayaknya sedikit sekali orang di kehidupan nyata akan mengatakan dialog-dialog manis tadi. Jadi pada bagian ini saya cukup geli membayangkannya.
  2. Hanya karakter Muara yang menurut saya menonjol dan utuh. Karakter seperti Fariz dan Meisha tidak tergali lebih dalam. Ini yang membuat saya kurang terkoneksi secara karakter dengan mereka.
  3. Bagian Muara berkonsultasi dengan Fariz soal masa lalunya terlalu singkat. Saya jadi tidak bisa merasakan pergulatan batin Muara ketika dia membuka rahasianya kepada Fariz. Dan untuk kasus pelik yang dipikul Muara, rasanya akan butuh banyak pertemuan dengan konselor.

Walau ada catatan seperti di atas, secara umum novel ini masih enak dinikmati, layaknya menikmati kopi moka.

Saya juga suka dengan kovernya. Perpaduan warna cokelat kayu, papan tulis hitam, dan lantai abu-abu, membuat novel ini tambah manis.

Sekian ulasan saya untuk novel ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



September 12, 2023

Resensi Novel The Apartment - Utep Sutiana


Judul:
The Apartment

Penulis: Utep Sutiana

Penyelaras aksara: Dewi Hannie

Desainer: Billy R.

Penerbit: Bhuana Ilmu Populer

Terbit: September 2019

Tebal: 178 hlm.

ISBN: 9786232165410

Nilai: 3/5


Sabrina Larasati ditemukan tewas di balkon apartemennya. Dari hasil penelitian tim forensik kepolisian, Sabrina meninggal dikarenakan kekerasan fisik. Rimba Rayya-sang fotografer, yang juga adalah pacarnya- menjadi tersangka utama.

Akan tetapi, seiring waktu bergulir dan berdasarkan fakta-fakta yang didapat di TKP, beberapa nama pun muncul ke permukaan dan diyakini oleh pihak kepolisian menjadi tersangka utama berikutnya.

Kasus semakin rumit ketika Syifa-manajer artis Sabrina-ternyata juga tewas beberapa hari sebelum Sabrina terbunuh.


Novel The Apartment menceritakan seorang gadis 32 tahun berprofesi artis terkenal bernama Sabrina Larasati. Kehidupannya sedang suntuk karena kesibukannya sebagai artis yang penuh jadwal syuting. Ditambah kemunculan Dustin, sahabat lamanya, yang kian meneror dengan tujuan menjadikannya sebagai pacar.

Teror Dustin mengusik hidup Sabrina, dan ketenangannya bertambah rusak saat manajernya, Syifa, menyampaikan ada lelaki bernama Anton, mengaku sahabatnya dari kampung, yang mendesak ingin menemuinya. Sabrina tidak punya pilihan selain pindah apartemen dan ia akan pindah ke apartemen kosong milik kekasihnya, Rimba Rayya-sang fotografer.

Suatu pagi, Lelma yang berkunjung ke apartemen Sabrina yang baru, ia justru menemukan sosok Sabrina sudah terkapar di balkon dengan luka tusukan. Sebelum dibunuh, tampaknya Sabrina diperkosa lebih dulu karena di tubuhnya ditemukan sperma.

Selain itu, manajer Sabrina, Syifa, juga ditemukan terbunuh di apartemennya. Kepala belakangnya dipukul benda tumpul. 

Penyelidikan polisi untuk dua kasus pembunuhan mengarah kepada orang-orang terdekat dari si korban. Lelma, Dustin, Rimba, dan Anton merupakan nama-nama yang masuk investigasi. Lelma adalah teman seapartemen Sabrina. Dustin adalah sahabat yang kemudian mengejar Sabrina agar jadi pacarnya. Rimba adalah kekasih Sabrina. Anton adalah sahabat lama Sabrina dari kampung.

Lalu, siapa sebenarnya pembunuh Sabrina dan Syifa? Dan apa motif pembunuhan keduanya?


Novel The Apartment ini bergenre thriller misteri. Ceritanya ada pembunuhan dan kita diajak menelusuri mencari tahu siapa pembunuhnya. Dan di sini juga kita akan menemukan usaha penulis untuk menggiring pembaca menebak ke terduga pelaku, dan menjelang akhir cerita, mulai dipatahkan satu demi satu dugaan tersebut dengan alibi-alibi yang meyakinkan.

Saya suka dengan ceritanya karena memang saya jarang membaca genre ini, terutama karya penulis dalam negeri. Dan genre ini tentu saja membuat saya betah melanjutkan membaca karena penasaran dengan sosok pelaku pembunuhnya.

Lembar demi lembar misterinya cukup menarik. Terutama ketika penulis mulai menjabarkan alibi-alibi kenapa terduga pelaku tidak jadi pelaku. Semakin diungkap alibinya, semakin mengerucut sosok pelakunya. Dan di akhir cerita, lumayan mengagetkan, "Kenapa pelakunya dia?". Saya tidak akan membocorkan siapa pelakunya, tapi saya perlu bilang kalau Sabrina adalah korban apes atau nasib tak mujur.

Ada tiga hal yang saya tidak suka dari novel ini. Pertama, penulis menampilkan orang-orang berengsek di sekitar korban (Sabrina). Dengan begitu, pembaca sudah yakin kalau di antara mereka sebagai pelakunya karena motifnya jelas. Dan ketika mereka menjalankan rencana buruk kepada Sabrina, ketertarikan saya pada kasusnya berkurang. Akan jauh lebih seru kalau ada orang-orang baik di sekitar Sabrina yang justru menyimpan bara dalam sekam, dan saat cerita akan diakhiri, penulis membuka motifnya dengan gamblang. Ini akan mengejutkan pembaca.

Kedua, pace ceritanya yang terlalu cepat. Banyak detail yang dipersingkat dengan paragraf narasi sehingga pembaca tidak bisa masuk dengan karakter-karakter yang ada. Susah bagi saya untuk simpati dengan tokoh-tokohnya. Ini membuat saya maklum dengan novel terjemahan yang bergenre sama dan memiliki ketebalan yang menguji, karena di novel tersebut memaparkan lebih banyak detail cerita.

Ketiga, ending cerita yang tidak memuaskan. Penulis dengan mudahnya tidak mengganjar pelaku dengan hukuman yang setimpal. Pelaku malah bisa bebas dan leluasa meninggalkan Indonesia dengan sangat jumawa. Pada bagian ini, peran polisi dan detektif jadi tidak ada gunanya.

Walau novel ini memiliki kekurangan, tetapi ceritanya masih menghibur dan bisa dinikmati. Sayangnya memang belum memberikan kesan mendalam. 

Sekian ulasan saya untuk novel The Apartement ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!




Juli 30, 2023

Resensi Buku Anak: Spog Mencari Bumi - Arleen A & VinK


Judul:
Spog Mencari Bumi

Penulis: Arleen A

Ilustrasi: VinK

Penyunting: Noni M. T.

Penerbit: PT Bhuana Ilmu Populer

Terbit: Januari 2008

Tebal: 60 hlm.

ISBN: 9789797986575

Perkenalkan, namaku Spog. Aku adalah seekor anjing yang tinggal di planet Alotita, yang letaknya jauh dari Bumi. Tapi nenek moyangku sebenarnya berasal dari Bumi. Sekarang aku sudah cukup besar untuk naik pesawat ruang angkasa sendiri. Makanya aku ingin sekali main ke Bumi. Tapi aku nggak tahu jalan ke sana. Padahal Bumi sangat jauh dan banyak bahaya yang menghadang di depan. Bisakah kamu membantuku menemukan planetmu?

***

Karena sedang kesusahan membaca novel, saya memutuskan untuk mengunduh IJakarta, perpustakaan digital punya pemerintah DKI Jakarta, dan memilih bacaan anak-anak. Nama penulis yang saya ingat saat itu adalah Kak Arleen A. Setahu saya beliau sudah punya beberapa buku anak-anak. Dan begitu dicari, wuihh... ada banyak bukunya. Pilihan saya pun jatuh ke buku series Spog, seekor anjing yang berasal dari Planet Alotita.

Buku Spog Mencari Bumi merupakan buku pertama petualangan Spog. Sebagai permulaan, penulis membahas dulu siapa Spog dan kenapa anjing ini bisa berada di Planet Alolita. Rupa-rupanya Spog ini sebenarnya ras anjing dari Bumi. Dulunya, nenek moyangnya ikut astronot dari Bumi ketika melakukan penjelajahan angkasa dan mereka tertinggal di Planet Alolita. Biar sudah menjadi penghuni Planet Alolita, cerita tentang Bumi tetap dilestarikan ke generasi berikutnya. Dan secara turun temurun mereka melakukan pencarian keberadaan Bumi berada.

Dan dirasa Spog ini sudah cukup mampu mengendalikan pesawat luar angkasa, dia pun melakukan perjalanan mencari Bumi. Ternyata perjalanannya tidak mudah. Spog memulai petualangannya dan ia pun bertemu banyak hal seperti mahluk air, raksasa gondrong, raksasa ungu, naga, anak laki-laki dari Bumi bernama Roy dan masih banyak lagi.

Siapa sih yang enggak suka cerita petualangan? Anak-anak juga pasti suka. Ditambah karakternya hewan lagi. Pasti mereka bakal tertarik banget dan senang mengikuti kisahnya. Yang menonjol dari buku anak-anak adalah sajian ceritanya yang sederhana. Bahkan gaya penulisan pun menggunakan diksi yang mudah dimengerti. Enggak perlu juga pakai konflik yang berat-berat biar anak-anak gampang memahami maksud ceritanya.

Buku ini juga dicetak full warna dan gambarnya sangat enak dilihat. Cocok sih buat bacaan anak-anak. Tetapi yang menurut saya kurang pas adalah formatnya yang meminta pembaca memilih kelanjutan cerita dengan membuka halaman berikutnya sesuai pilihan kita, itu bakal terlalu berat buat anak-anak. Apalagi jumlah skenarionya banyak pisan.

Pada halaman 4, akan ada pilihan sebagai berikut: - Jika kamu pikir Spog sebaiknya berusaha berkomunikasi dengan makhluk penyerangnya, lanjutkan ke halaman 7. - Jika kamu pikir Spog sebaiknya menekan tombol Turbo untuk lari ke Planet Biru, lanjutkan ke halaman 8.

Untuk membaca kelanjutan kisahnya, kita tinggal membuka halaman sesuai pilihan kita. Tapi saya yakin, walau sudah memilih satu skenario, kita akan dibuat penasaran dengan pilihan yang lainnya. Ini pula yang membuat saya menuliskan semua pola pilihan skenario dalam buku ini. Karena setiap pilihan skenario akan membawa kita pada petualangan baru dan akhir cerita yang berbeda.

Why? Why? Kenapa?

Jujur saja, saya yang sudah gede gini aja merasa terbebani dengan pilihan yang ternyata bisa sampai 25 skenario petualangan. Gila! DUA PULUH LIMA SKENARIO. Kalau buku ini dikasihkan ke anak SD, mereka bakal pusing sendiri. Secara sepanjang membaca bukunya, kita harus mengingat alur mana yang sudah dipilih dan PR lainnya anak-anak yang membaca buku ini harus bakal membolak-balikkan halaman dan lama-lama mereka akan merasa mumet sendiri.

Saya tidak tahu alasan penulis kenapa membuat pilihan ceritanya sebegitu banyak. Saya justru berharap buku ini hanya punya dua sampai lima skenario saja, dan itu cukup banget untuk menyampaikan pesan moral. 

Kalau boleh menduga-duga, jangan-jangan tuntutan halaman biar banyak. Sebab dipastikan kalau pilihannya hanya sekitar dua sampai lima skenario saja, pasti halamannya terpangkas banyak. Kecuali buku ini dibanyakin ilustrasinya dan dilakukan pemenggalan narasi ceritanya yang semula dibuat satu halaman, dirubah jadi tiga atau empat halaman.

Lagian, anak-anak itu suka liat gambar dibanding membaca banyak kalimat. Dan teknik melihat gambar yang disisipkan narasi cerita bisa membuat mereka betah untuk membuka-buka buku. Lama-lama mereka keranjingan membaca. Enggak apa-apa buku yang dibaca tipis-tipis, seiring umur dan kemampuan baca yang meningkat, bacaan mereka juga akan bergeser ke yang lebih tebal.

Posan moral di buku ini cukup relevan dengan usia anak-anak, dimana mereka sedang butuh-butuhnya pembelajaran nilai kebaikan. Banyak sekali pilihan-pilihan baik yang dilakukan Spog dan aman ditiru oleh pembaca anak-anak. Contohnya Spog mau membantu naga yang tertusuk, padahal naga bukanlah hewan jinak, tetapi Kak Arleen membawakan kisahnya dengan sederhana.

Secara keseluruhan, saya masih bisa menikmati ceritanya. Dan saya masih kuat untuk bolak-balik halaman bukunya kok. Buku ini benar-benar ringan, cukup menghibur di tengah kesusahan saya menyelesaikan membaca novel yang sudah lama menimbun.

Saya memberikan nilai 3/5 bintang, dan buku ini akan lebih baik dijadikan bacaan orang tua yang mau mendongengkan kisah kepada anak-anak, bukan anak-anak itu sendiri yang membacanya. Dengan opsi dibacakan tentu saja akan membangun hubungan erat orang tua dan anak.

Sekian ulasan saya kali ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku.


Juli 23, 2023

Resensi Buku Anak: Mili Kecil Dan Pemilik Paket Misterius - MB Winata


Judul:
Mili Kecil Dan Pemilik Paket Misterius

Penulis: MB Winata

Ilustrasi: Hana Augustine

Penerbit: Self Publishing

Terbit: Mei 2023, cetakan kedua

Tebal: 20 halaman, berwarna

ISBN: -

Setahun setelah kehilangan putri tercintanya, Kak MB Winata menerbitkan buku anak yang menampilkan sosok menggemaskan bernama Mili. Upaya mulia agar Mili bisa menjadi teman siapa pun. Bagian inilah yang mengharukan bagi saya. Menghidupkan sosok tercinta yang menebarkan nilai baik bagi setiap pembaca.

Buku ini menceritakan tentang pertemuan Mili dengan Luwe, si pengantar paket. Setelah menyerahkan paket berbetuk segitiga kepada Mili, Luwe masih harus mengantarkan tiga paket lagi. Dua paket, masing-masing untuk Belawang dan Kura, sedangkan satu paket sisanya tidak diketahui untuk siapa. Mili yang ceria membantu Luwe menemukan pemilik paket terakhir. Kira-kira itu paket siapa ya?

Saya termasuk penikmat cerita anak-anak. Selain ceritanya sederhana, kebanyakan buku anak juga penuh gambar yang menarik. Rasanya tidak pernah membosankan membaca kisahnya. 




Buku Mili dan Pemilik Paket Misterius ini pun sangat memikat mata karena ilustrasinya yang sangat lucu. Gambar buatan Kak Hana Augustine ini sangat menarik, penuh warna, bentuk-bentuk yang sederhana, dan tidak banyak garis-garis jadi memberi kesan lembut.

Dan buku ini memang pas dibacakan buat anak-anak. Saya yang mendapatkan buku ini dengan gratis, serasa diamanahkan untuk mencari teman buat Mili dan tentu saja buku ini saya berikan untuk keponakan-keponakan saya biar dibaca dan dilihat-lihat.

Setelah membaca kisah Mili ini, kita akan mendapatkan pesan untuk gemar menolong dalam kebaikan. Kalau kita menolong orang lain, kita akan mendapatkan banyak kebaikan juga. Seperti Mili yang ikut membantu mengantarkan paket ke Belawang, ia dan Luwe diberikan es campur. Rejeki anak solehah banget, hihihi...


Saya sangat berterima kasih sekali karena bisa ikut membaca kisah Mili ini. Semoga Kakak Mili yang sudah di syurga mendapatkan banyak kawan baru berkat kebaikan buku ini.

Nah, sekian ulasan saya untuk buku anak yang bagus ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku.




Juni 16, 2023

[NOTICE!] Novel Malam Seribu Jahanam Karya Intan Paramaditha

Halo, halo, halo...

Apa kabar teman-teman? Semoga sehat-sehat terus ya!

Setiap kali ada Notice! itu artinya ada buku baru yang menarik perhatian. Dilirik aja dulu, sambil didoain biar ada rejeki buat belinya. Memang kalau soal beli buku suka banyak khilafnya. Dompet bisa sampe jadi tipis banget.

Kali ini saya mau menginformasikan novel baru yaitu Malam Seribu Jahanam karya Intan Paramaditha. Novel ini diterbitkan oleh Penerbit Gramedia.


Alasan kenapa novel ini menarik perhatian yaitu:

Satu, kovernya rada-rada serem gitu. Dominasi warna merah plus judulnya yang mengandung kata 'Jahanam' kayak ngasih tau kalau isi novelnya pasti dark. Dan begitu dibaca blurb-nya memang bakal senggol-senggol soal perhantuan. Kalau beneran bagus soal hantunya, kita bakal dibikin merinding disko nggak ya sama kisahnya?

Dua, nama penulisnya familiar sebab sebelum novel ini saya taunya beliau sudah menerbitkan novel Gentayangan dan buku kumcer Sihir Perempuan. Di kover Gentayangan memang tidak kelihatan ada sisi menyeramkannya, tetapi di kover Sihir Perempuan kental banget warna merah dan ilustrasi seramnya. Mirip-miriplah sama novel ini.

Gimana, menarik perhatian kamu? Kalau saya sih yes!

Buat kamu yang mau tahu informasi lebih soal buku ini, mending cek langsung ke website www.gramedia.com




Juni 13, 2023

Resensi Novel The Confession of The Sirens (Nanyian Sang Siren) - Shichiri Nakayama


Judul:
The Confession of The Sirens (Nyanyian Sang Siren)

Penulis: Shichiri Nakayama

Penerjemah: Joyce Anastasia Setyawan

Editor: Tiyas Puspita Sari

Ilustrator: Hastapena

Penerbit: M&C!

Terbit: Mei 2023, cetakan pertama

Tebal: 336 hlm.

ISBN: 9786230310645


Separuh bagian atas makhluk itu adalah tubuh seorang perempuan. Sementara separuh bagian bawahnya adalah burung atau ikan. Makhluk itu akan bernyanyi dan mengacaukan pikiran para awak kapal, mengundang mereka menuju kehancuran. Menurutku, kalian persis seperti siren itu. Dengan kata-kata manis, kalian mengundang para penonton ke dalam pusaran kecurigaan dan penghinaan.

Hati kecil Takami tak menerima ucapan menusuk dari Detektif Kudao mengenai pekerjaan itu. Di sisi lain, pikiran Takami terus berkecamuk mempertanyakan kebenarannya.

Kasus penculikan yang berujung pada pembunuhan telah terjadi di sebuah pabrik bekas di wilayah Yotsugi. Takami Asakura, seorang reporter muda yang bekerja di program berita Afternoon JAPAN bertekad untuk mendapatkan scoop terkait kasus tersebut. Bersama Satoya, partnernya, Takami berusaha keras menangkap pelakunya. Sebab bagi Takami, seorang reporter ada untuk menjadi pengingat sekaligus penunjuk jalan bagi masyrakat.

Namun, kasus tersebut justru menunjukkan kepadanya sisi kelam dunia jurnalisme. Takami yang naif pun dihadapkan pada keraguan mengenai apakah pekerjaan yang dijalaninya selama ini adalah hal yang benar?



Telepon masuk ke keluarga Higashira mengabarkan kalau putri mereka, Ayaka Higashira (16 tahun), telah diculik. Keluarga harus menyiapkan uang tebusan sebesar 100 juta yen. Kasus ini menjadi momen tepat bagi tim Afternoon JAPAN untuk mengembalikan nama baik Teito TV setelah tiga kali melakukan kekeliruan dalam penyiaran berita. Setelah beberapa hari, penculikan itu berubah menjadi kasus pembunuhan. Ayaka ditemukan meninggal dengan kondisi mengenaskan.

Satoya dan Takami menjadi tim lapangan untuk mengejar berita ini. Sebagai pegawai yang pengalamannya belum banyak, Takami kerap melakukan tindakan teledor dalam peliputan berita. Satoya yang sudah senior punya kesabaran lebih untuk menyampaikan pelajaran-pelajaran dalam dunia jurnalisme kepada Takami.

Dalam jurnalisme liputan berita, wartawan berkejar-kejaran untuk menjadi yang pertama menyiarkan update pada kasus tertentu. Ini akan berpengaruh pada rating stasiun TV. Sehingga dalam proses peliputan, semua berita harus divalidasi dengan benar-benar agar berita yang disiarkan bukan berita palsu dan agar tidak menimbulkan masalah bagi masyarakat.



Penyelidikan pelaku yang dilakukan Satoya dan Takami tertuju kepada Akagi dan Miku. Walau sudah dilakukan sensor, penyiaran berita dugaan pelaku tersebut membawa pengaruh besar, terutama bagi Miku hingga ia melakukan percobaan bunuh diri. Saat selangkah lagi menuju penangkapan terduga pelaku pembunuh Ayaka, kepolisian menyatakan fakta lain. Dugaan tersangka yang disampaikan pada konferensi pers berbeda dengan yang diberitakan Teito TV. Ada kekeliruan yang dilakukan Satoya dan Takami.

Imbasnya tim berita Afternoon JAPAN harus diganti karena kekeliruan fatal berita tadi. Satoya harus dimutasi ke afiliasi TV di bagian hiburan. Takami bertahan sebab Satoya sudah mempersiapkan jika hal buruk terjadi semua tanggung jawab hanya pada dirinya. Takami mau tidak mau harus melanjutkan penyelidikan lanjutan sendirian karena kasus Ayaka belum selesai. Ada sesuatu yang janggal meski terduga pelaku yang disebutkan kepolisian sudah ditangkap.

Pengejaran selanjutnya justru membuat Takami hampir menjadi korban berikutnya. Bagaimana kronologis pembunuhan itu terjadi? Siapa pelaku pembunuh sebenarnya?


Novel The Confession of The Sirens ini menggabungkan tema misteri dan dunia jurnalisme berita televisi. Kita akan diajak mengungkap kasus pembunuhan Ayaka melalui sudut pandang wartawan berita televisi. Setelah Ayaka ditemukan meninggal, kita diajak menebak siapa pelakunya. Penulis sukses mengecoh kita dengan temuan penyelidikan Satoya dan Takami yang meyakinkan. Bahkan temuan kepolisian pun ternyata belum mengungkap sebenarnya, masih ada layer yang belum terbuka untuk membuktikan pelaku pembunuh sebenarnya.

Di novel ini, sisi jurnalisme dan profesi wartawan berita dipaparkan dengan detail. Bagaimana mereka meliput berita, bagaimana mereka mewawancarai nara sumber, dan masih banyak gambaran dunia jurnalisme berita TV diungkapkan di sini. Dan yang paling mengesankan saya adalah pemaknaan profesi wartawan itu sendiri.

"Iya, Papa-Mama yang bilang. Katanya, hal-hal yang paling jahat di dunia ini adalah TV, koran, dan majalah mingguan. Katanya, kalian mengambil rahasia otang untuk dijadikan bahan hiburan. Kakakku berubah gara-gara itu. Dulu ia sangat baik." -hal. 181-182

"Yang kami kejar sebagai pelaku bukanlah orang, tapi kejahatan. Apa yang menjadi pekerjaan kami juga bukan demi mengungkap kebenaran, kami hanya mengindentifikasi pihak yang melanggar hukum. Itu saja. Tapi, yang kalian kejar adalah target kebencian. Yang ingin kalian ungkapkan adalah tragedi dan sisi buruk manusia yang dianggap tidak ada hubungannya dengan diri sendiri." hal. 188



Secara tipis-tipis novel ini juga menyindir soal kasus pembulian dan parenting orang tua terhadap remaja. Dua hal ini memang krusial yang menyebabkan pembunuhan itu terjadi. Andai semua mau melihat dan mengajak diskusi Ayaka, mungkin bunuh diri itu tidak harus terjadi.

Alur yang dipakai oleh penulis adalah alur maju. Ada banyak bagian yang menyinggung masa lalu tapi disampaikan melalui narasi baik oleh penulisnya atau pun oleh tokoh di dalamnya. Cara ini membuat kita yang baca akan dibuat terus penasaran dengan perkembangan kasus Ayaka ini.

Sudut pandang di novel ini adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu. Kita akan paham secara adil melalui banyak sisi. Tapi lampu sorot penceritaan tetap mengedepankan sisi Takami. Dan patut diberikan apresiasi sebab penerjemahan novel ini sudah sangat baik, tidak kaku, dan membacanya jadi turning page.

Takami Asakura adalah gadis amatir di Teito TV. Terlihat sekali kalau Takami tipe yang menurut dengan atasan. Dia juga tipe yang peka, mungkin karena dia perempuan, dan sisi feminim ini cukup berguna di beberapa situasi peliputan. Belum cukup mandiri meliput meskipun ia sudah dua tahunan kerja di Teito TV.

Lain hal dengan Taichi Satoya, dia senior yang sudah makan asam garam. Pembawaannya tenang meski di situasi genting. Mampu berpikir cepat untuk menemukan celah keberuntungan. Dia juga bijaksana ketika memberikan pelajaran peliputan kepasa partner-nya yang masih anak bawang.

Walau bukan plot twist yang membuat menganga, misteri pembunuh Ayaka cukup bikin saya geram. Pelaku yang tidak disangka-sangka. Dan motif pembunuhannya ternyata perkara ketidakrukunan dan umpatan-umpatan kasar.



Dari novel The Confessions of The Sirens, kita bisa belajar dan meyakinkan kembali jika keluarga itu kesatuan. Sudah semestinya saling menarik satu sama lain agar tercipta situasi harmonis. Jangan biarkan salah satu anggota keluarga kita tersesat. Luangkan waktu dan buka telinga, sebab semua orang memiliki beban yang ingin ia ceritakan. karena jika kita tidak mendapatkan tempat yang pas untuk berkeluh kesah, pelariannya adalah lingkungan lain. Ini yang bahaya jika lingkungan itu bobrok. Kalau sudah terperosok, lantas siapa yang akan disalahkan?

Untuk cerita misteri ala-ala wartawan ini saya berikan nilai 4/5 bintang. Sebuah pengalaman yang baik membaca cerita misteri dari penulis yang karyanya belum banyak diterjemahkan di Indonesia.

Nah, sekian resensi novel The Confessions of The Sirens dari saya. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!