Februari 13, 2024

Resensi Novel Watersong - Clarissa Goenawan

Dahulu kala, ketika masih kecil, dia bermimpi tenggelam (kalimat pertama novel Watersong; 5)


Judul:
Watersong

Penulis: Clarissa Goenawan

Penerjemah: Lulu Fitri Rahman

Sampul: Sukutangan

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Juni 2022

Tebal: 392 hlm.

ISBN: 9786020664972

RINGKASAN

Shouji memutuskan ikut pindah dengan kekasihnya, Youko Sasaki, dari Tokyo ke Akakawa. Dia yang belum bekerja akhirnya menerima tawaran dari Youko untuk bekerja di tempat kerja yang sama, sebuah kedai teh mewah, sebagai pendengar bagi klien yang memilihnya. Ini jenis pekerjaan yang menuntut kerahasiaan, apa yang diucapkan klien tidak boleh sampai diceritakan ke orang lain.

Mizuki sebagai klien pertama Shouji yang merupakan korban kekerasan suaminya, mendorong niat baiknya untuk menolong. Kemunculan Tooru Odagiri yang mengaku sebagai reporter justru membuat Shouji diincar untuk dihabisi.

Merasa nyawanya terancam, hampir ditabrak mobil misterius dan apartemennya tiba-tiba kebakaran, Shouji melarikan diri kembali ke Tokyo, meninggalkan Youko. Sejak itu pasangan ini terpisah dan Shouji diteror untuk melupakan Youko dibandingkan dengan resiko kematian jika ia terus mencarinya.

Sepanjang pelarian itu Shouji bertemu dengan beberapa orang dari masa lalu, seperti Liyun, Eri, dan Yoshioka. Ada rahasia yang terungkap, ada kisah penghubung yang akhirnya diketahui, dan ada masa lalu yang harusnya dimaafkan.

Berhasilkah Shouji menemukan kekasihnya lagi?

Kemudian, bagaimana dengan keselamatan nyawanya?

ULASAN

Saya suka dengan cerita di novel ini karena menggabungkan cerita romansa dengan cerita misteri thriller. Di samping kita mengikuti perkembangan hubungan Shouji dan Youko yang terpisah, kita juga dibuat penasaran dengan ujung nasib teror pembunuhan yang menimpa keduanya.

Shouji pernah diramal waktu kecil dan dikatakan kalau ia akan bertemu dengan tiga perempuan yang memiliki unsur air dalam namanya. Salah satunya mungkin akan jadi belahan jiwa namun jika tidak hati-hati, Shouji atau salah satu dari ketiga perempuan tersebut akan mengalami kematian. Kita akan menebak-nebak kira-kira siapa saja perempuan itu dan ada cerita romansa apa antara Shouji dan ketiganya. Ini juga bagian yang menarik diikuti.

Novel ini juga membahas soal konflik keluarga antara anak dan orang tua. Shouji kurang rasa hormat kepada ayahnya karena trauma kekerasan yang dia alami. Dia juga menyalahkan ibunya karena waktu kekerasan itu terjadi, dia tidak dilindungi dan justru dia diminta berbohong kepada orang lain atas luka-luka yang ada di tubuhnya. Peristiwa ini ternyata membekas sampai dewasa dan jadi rahasia yang dia pendam. Bagian ini jadi pelajaran penting untuk orang tua dalam mengasuh dan membesarkan anak.

Selain itu, kita juga akan diajarkan untuk memaafkan masa lalu, baik berupa kemarahan, penyesalan, dan kesedihan. Hampir tokoh-tokoh yang muncul di novel ini mempunyai masa lalu yang kelam dan itu jadi luka batin sampai dewasa. Kebanyakan orang akan memendamnya, segan untuk membicarakannya, padahal dengan membicarakannya bersama orang yang tepat itu bisa menjadi proses awal penyembuhan. Tidak enak lho menyimpan perasaan negatif dalam dada.

Sepanjang membaca novel ini emosi saya seperti diaduk-aduk karena masalah setiap tokohnya kebanyakan tragis dan memilukan. Masalah yang ditampilkan di sini pasti pernah dialami oleh kita atau orang terdekat kita. Jadi ceritanya terasa dekat sekali dengan pengalaman kita sebagai pembaca.

Tokoh-tokoh di sini juga begitu hidup dan menonjol. Mudah sekali untuk dibedakan dan kita tidak akan bingung atau kesulitan untuk mengingatnya saat proses membaca. Gaya bercerita pun menunjang kesan baik saya untuk novel ini karena penulis membuat diksinya terasa tenang, lembut, teratur, lengkap dan sarat rasa. Ini juga yang dulu saya rasakan ketika membaca novel debutnya, Rainbirds.

Kejutan yang menarik di sini yaitu peran tokoh-tokoh yang ada ternyata berhubungan dengan kedua tokoh utama, Shouji dan Youiko. Padahal saat awal-awal kayak hanya sebagai peran tambahan, eh ternyata mereka bagian penting di masa lalu. Enggak kepikiran lho!


  • Setiap orang memiliki bagian dari diri mereka yang sengaja mereka tutupi dari orang lain (hal. 51)
  • Kita tidak bisa kehilangan sesuatu yang sejak awal tak pernah dimiliki (hal. 53-54)
  • Banyak hal yang kita anggap remeh, sampai hal itu direnggut dari kita, meninggalkan lubang menganga (hal. 61)
  • Bakat itu hanya kerja keras dan kepercayaan diri (hal. 64)
  • Tak akan ada yang berubah jika semua orang terus menutup mata (hal. 90)
  • Orang yang bilang dirinya tidak kesepian biasanya yang paling kesepian (hal. 196)
  • Kalau ingin berubah, itu harus karena diriku sendiri (hal. 234)
  • Kau harus bisa mencintai diri sendiri dan berkembang lebih dulu sebelum mencintai orang lain (hal. 241)


Kesimpulannya, novel Watersong ini mempunyai cerita yang seru, pilu, dan mengajak pembaca untuk merenung soal kebahagiaan. Disampaikan dengan cara baik dan menghanyutkan. Saya merekomendasikan buku ini untuk pembaca yang suka dengan literasi Jepang dan berisi cerita soal psikologi manusia terutama yang membahas tentang emosi manusia.

Balon itu terbang semakin lama semakin tinggi, lenyap ditelan langit biru (kalimat terakhir novel Watersong, 390)

Sekian ulasan saya untuk novel ini, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Februari 11, 2024

Resensi Novel Dongeng Binatang - Gita Karisma

Apolo menghampiri mereka, berkenalan satu demi satu (kalimat terakhir novel Dongeng Binatang)



Judul:
Dongeng Binatang

Penulis: Gita Karisma

Penerbit: Kakatua

Terbit: Februari 2019

Tebal: 176 hlm.

ISBN: 9786027328402


PREMIS

Di sebuah kandang kaca pada satu kebun binatang terdoktrin jika tikus-tikus terpilih yang diangkut oleh Penjaga akan dibawa ke Taman Surga. Di sana mereka akan bahagia dilimpahi gunung keju, sungai susu, dan hamparan kacang. Mereka dan kawanannya juga memuja kebaikan manusia yang sudah merawat dan memberi makan selama ini.

Dua tikus bernama Apolo dan Ganesa mendapatkan giliran dibawa Penjaga bersama tikus-tikus lainnya. Harapan mereka untuk sampai ke Taman Surga tidak semulus yang dibayangkan. Mereka sadar kalau tempat luas berisi kandang-kandang itu adalah Kebun Binatang. 

Apolo dan Ganesa dimasukan ke kandang Katak. Mereka masih belum sadar betul jika mereka adalah pakan untuk si Katak. Setelah menyaksikan salah satu tikus yang dilahap si Katak, Apolo cepat menyadari situasi meski masih ragu-ragu, melancarkan ide agar ia dan Ganesa bisa lolos dari kandang Katak.

Rencananya berhasil tetapi si Penjaga membawa mereka ke kandang pemangsa baru yaitu Ular. Kali ini giliran Ganesa yang mengakali si Ular dengan cerita sedih dan membuatnya melakukan tindakan yang mematikan. 

Lolosnya Apolo dan Ganesa dari dua pemangsa membuat si Penjaga curiga. Diputuskanlah mereka dibawa ke pemangsa yang lebih sadis yaitu Elang. 

Bagaimanakah nasib Apolo dan Ganesa selama di kebun binatang? 

Berhasilkah mereka menemukan Taman Surga yang selama ini dicarinya?



IDE CERITA

Karena buku ini menggunakan hewan sebagai tokoh utama, saya jadi ingat dengan buku Animal Farm yang ditulis George Orwell. Kesamaan lainnya kedua buku ini membahas pemberontakan para hewan dengan kesewenang-wenangan manusia yang mengeksploitasi hewan.

Tetapi menurut saya buku ini lebih seru karena penulis menggabungkan cerita hewan dengan cerita petualangan. Dua tokoh utamanya adalah tikus muda yang terlalu lama tinggal di kandang pemeliharaan sehingga keduanya tidak tahu apa pun di dunia luar. Makanya ketika mereka disajikan sebagai pakan untuk hewan lain, ada ekspresi takjub, terutama bagi Apolo yang tipikal hewan banyak tanya dan penasaran dengan segala hal.

Sepanjang perjalanan mencari Taman Surga, kedua tikus ini bertemu hewan lain yang membawa pengetahuan baru. Ada Kecoa, Nyamuk, Katak, Ular, Elang, Burung Gagak, Semut, Anjing, Kucing, Kuda, Keledai, Ayam, Sapi, dan masih ada beberapa lainnya. 

Melalui percakapan antara dua tikus dan hewan lain yang ditemui, banyak sekali sindiran yang ditujukan untuk manusia. Dari sudut pandang hewan, manusia dinilai sebagai mahluk jahat sebab memperlakukan hewan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka, tanpa memikirkan kebutuhan dan keinginan hewan.

Banyak aksi heroik yang dilakukan kedua tikus untuk mengakali manusia dan menyelamatkan hewan lain. Terutama ketika Apolo berada di Peternakan, terasa sekali perannya sebagai pahlawan bagi ayam, sapi, dan domba.

Saya juga sangat terhibur ketika dua tikus menunggangi Elang melakukan perjalanan panjang. Dan saya turut sedih ketika Apolo dan Ganesa terpisah karena jatuh sewaktu terbang bersama Elang. 

INTRINSIK

Keseluruhan alur dalam kisah Apolo dan Ganesa ini menggunakan alur maju. Kalau pun ada bagian yang membahas masa lalu, itu hanya penggalan cerita yang dituturkan hewan, tentang nasib mereka hingga berada di posisi saat ini. Kebanyakan memang hewan-hewan lain yang menceritakan kisahnya kepada si dua tikus.

Gaya bahasa penulis cukup rapi dan sederhana. Saya sangat menikmati diksi yang disusun, mengingat ini ceritanya tentang hewan, kalimat yang disusun tentu saja tidak boleh gegabah menyamakan dengan menceritakan tokoh manusia. Bahkan porsi pengetahuan para hewan sudah pas sesuai kecerdasan mereka, penulis mengakali dengan menggali kebiasaan hewan pada umumnya.

Apolo dan Ganesa yang jadi tokoh utama sebagai tikus memiliki karakter yang berlainan. Apolo adalah tikus yang serba penasaran dan banyak bertanya. Dan menurut saya dia tergolong tikus yang cerdas, cepat memahami situasi yang dihadapi, dan cukup berani mengambil resiko pada keputusan-keputusannya. Sedangkan Ganesa terkesan tikus yang tidak ambil pusing, jarang memikirkan secara mendalam, dan jujur saja perannya tidak sebanyak Apolo di cerita ini. Apalagi sewaktu mereka terpisah, tidak ada kelanjutan cerita Ganesa dan petulangannya, dan kisah utamanya hanya dari petualangan Apolo.

Setelah kelar membaca buku ini saya menangkap pesan kalau hewan itu tercipta dengan peran dan fungsinya masing-masing. Rasanya tidak ada hewan yang ada tapi sia-sia. Selain itu, saya juga membenarkan kalau manusia itu rumit, egonya tinggi, dan jarang yang menilai hewan dengan objektif. Mungkin beberapa manusia bisa dibilang serakah dan dibutakan nafsu duniawi sehingga bagi mereka hewan itu salah satu alat pemenuhan semata.

Saya juga rasanya kesal ketika membaca bagian kucing yang menilai manusia sebagai penyebab utama kenapa beberapa kucing kehilangan insting naluri hewannya. Kucing peliharaan kebanyakan kehilangan kemampuan memburu mangsa karena terlalu diberikan kemudahan oleh manusia. Manusia dengan arogan merubah tabiat hewan karena ego. Kejam banget nggak sih?

Kesimpulannya, saya suka dengan buku ini karena selain berisi kisah petualangan hewan, juga memiliki banyak sindiran untuk pembacanya, yang pasti adalah manusia, hahaha. Pokoknya buku ini sangat menghibur.

Oya, saya membaca novel ini melalui aplikasi Baca Kakatua. Kebetulan ebook ini sedang gratis untuk dibaca jadi kesempatan ini enggak boleh dilewatkan. Buku-buku lain harganya lumayan terjangkau. Dan aplikasi bacanya juga nyaman. Pengalaman yang menyenangkan sih ini.

Sekian ulasan saya, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Januari 31, 2024

Resensi Novel Heaven - Mieko Kawakami

Itu sekadar keindahan belaka, yang tak bisa kusampaikan kepada siapa pun, yang tak bisa diketahui oleh siapa pun (kalimat terakhir Novel Heaven; 232)


Judul:
Heaven

Penulis: Mieko Kawakami

Penerjemah: Ribeka Ota

Sampul: Ellen Halim

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia | KPG

Terbit: Desember 2023

Tebal: v + 232 hlm.

ISBN: 9786231341181


Perasaan saya sama, sama-sama marah, ketika menonton film atau membaca cerita yang ada unsur perundungan. Mungkin ini terjadi karena saya pernah di posisi korban pada jaman sekolah dulu. 

Memikirkan soal perundungan, selain pelaku salah, saya juga sering menyalahkan korban yang tidak berbuat apa-apa. Pikiran ini muncul saat saya sudah dewasa. Menyayangkan sekali dulu kenapa saya tidak berbuat apa-apa, saya penakut, saya pecundang, padahal saya yakin kalau pelaku perundungan dilawan, ceritanya akan berbeda. Itulah kenapa ketika keponakan saya pindah sekolah, saya selalu tanya apakah ada yang melakukan perundungan, dan jika ada, saya minta dia bawa pisau ke sekolah dan boleh menusuknya.

Barbar banget!

Karena saya tahu semua orang akan tutup mata dan telinga sebelum kasusnya menjadi parah. Jadi bukan hanya pelaku yang perlu digertak, orang sekitar pun perlu dikejutkan kalau perundungan bukan masalah sepele seperti anak-anak becandaan. 

Dan membaca tokoh utama di novel Heaven ini yang mengalami perundungan parah, saya pun ikut geram. Si aku, murid laki-laki, ini baru kelas dua SMP, dan dia memiliki kekurangan, matanya juling. Selama ini ia mengira kalau gara-gara matanya yang juling, dia jadi korban bully.

Si aku tidak sendirian jadi korban, ada murid perempuan yang sekelas dengannya, bernama Kojima yang bernasib sama. Melalui surat menyurat mereka memutuskan menjadi sekutu karena persamaan nasib. Mereka melakukan pertemuan diam-diam untuk saling kenal. Dengan saling balas surat mereka merasa menjadi normal di tengah perundungan yang mereka alami di sekolah.

Pertemuan dan surat membawa keduanya pada diskusi mendalam soal apa yang mereka alami. Keduanya mulai saling mengenal latar belakang keluarga. Keduanya kerap membahas makna hidup karena menjadi korban.

Saya sudah berharap kalau kedua korban ini akan membalik keadaan dengan melawan Ninomiya dan gengnya. Tetapi itu tidak terjadi. Perundungan parah yang dialami si aku membuatnya kerap berpikir untuk bunuh diri.

Lalu, sampai kapan keduanya jadi korban perundungan? 

Saya benci dengan karakter Kojima yang meromantisasi menjadi korban. Dia selalu berpikir kalau jadi korban pun akan ada makna hidupnya. TOLOL! Yang ada kalian tambah rusak selama menerima terus perundungan itu. Ketidaksukaan saya bertambah saat dia mengajak si aku untuk melakukan hal yang sama.

Isu perundungan sangat kental dibahas di novel ini. Bentuk perundungannya pun parah; disuruh membawa barang-barang Ninomiya, ditendang, dipukul pakai seruling, disuruh berlari, pernah dipaksa makan atau minum air kolam, air kakus, ikan mas, sisa-sisa sayur di kandang kelinci, disuruh makan kapur tulis, kepalanya dijadikan bola sepak, dan terakhir ditelanjangi agar melakukan hubungan seks sambil ditonton. Bagaimana enggak marah membaca bentuk perundungan begini?

Dan dari novel ini saya pun jadi tahu kalau kondisi keluarga sangat berpengaruh terhadap korban perundungan. Baik si aku dan Kojima ternyata berasal dari keluarga yang tercerai berai. Buat mereka susah menemukan pegangan ketika perundungan di sekolah membuat hidup mereka limbung, sehingga mereka bingung meminta tolong kepada siapa. Yang ada mereka memendamnya dan mengatakan kalau di sekolah mereka baik-baik saja.

Dialog antara si aku dan Momose cukup deep membahas antara perasaan korban dan pelaku. Korban akan menyalahkan pelaku karena melakukan perbuatan perundungan, dan pelaku akan menyalahkan korban karena mau saja dirundung. Jadi karena inilah saya sesekali menyalahkan korban juga. Di otak saya, para korban ini bisa minta tolong kepada keluarga atau siapa pun. Bisa melakukan perlawanan, bisa menarik perhatian kalau dia itu korban dan butuh ditolong.

"Artinya," sembari terkikik Momose melihatku, "sebenarnya tidak harus kau. Bisa siapa pun. Kebetulan kau di situ dan kebetulan suasan hati kami begitu. Dan kebetulan kedua hal itu punya titik temu. Itu saja." (hal. 156)

Sesederhana itu pelaku melakukan perundungan hanya karena kebetulan ketemu titik temu. Semacam iseng yang akhirnya dinikmati dan berkelanjutan. Dan lantas si korban akan mulai mencari pembenaran kekurangan dia kenapa jadi korban dan meratapi tanpa melakukan apa pun.

Huh... menulis ulasan ini pun berat karena membahas perundungan.

Penulis mencoba menyajikan tema yang sensitif dan ada di sekitar kita, dan itu berhasil. Kisah di novel ini tidak manis tapi patut dibaca agar kita paham ada dinamika apa sih dalam kasus perundungan. Puncak ceritanya bikin saya pengen tepuk tangan. Adegan epik yang dilakukan Kojima bener-bener di luar nalar. Dan sayangnya si aku tidak melakukan apa pun. Huft!

Membaca novel ini pun agak tersendat-sendat karena memang pembahasannya yang berat. Jadi sabar saja membacanya sambil menikmati sensasi yang timbul. 

Sampul novel ini simple banget. Ada gambar pesawat kertas untuk menunjukkan surat menyurat. Ada gambar mata juling juga sesuai tanda yang dipunyai tokoh utamanya. Lalu, pemilihan judul Heaven ini sebenarnya menunjuk ke sebuah lukisan di museum seni rupa, yang sayangnya tidak sempat dilihat oleh si aku sewaktu di sana.

Kesimpulannya, novel ini agak menguras emosi namun patut dibaca jika ingin tahu soal isi pikiran pelaku dan korban perundungan. Namun, saya kayaknya enggak akan baca ulang sebab agak mengusik hati ceritanya, haha.

Nah, sekian ulasan saya kali ini, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Januari 28, 2024

7 Buku Pertama Series Terjemahan Yang Harus Dibaca Tahun Ini




Tahun 2024 ini saya mau fokus membaca novel-novel TBR yang sudah menggunung. Di antara TBR itu ada beberapa novel series. Tapi sejauh ini series itu belum juga dibaca dan rasanya ini waktu yang tepat untuk memulai membacanya.

Saya sudah bertekad untuk membaca novel pertama dari deretan series terjemahan yang bukunya sudah punya. Dan saya memilih 7 series dulu ya!

Berikut 10 buku pertama series yang harus dibaca tahun ini:

1 | Harry Potter #1: Harry Potter dan Batu Bertuah | J. K. Rowling


Siapa yang gak tahu tokoh Harry Potter yang di filmnya dibintangi oleh Daniel Redcliffe?
Film Harry Potter ini diangkat dari novel yang dikarang oleh J. K Rowling. Series ini punya 7 buku dan rasanya semua pembaca buku harus paling enggak pernah baca walau hanya beberapa bukunya saja. Dan tahun ini saya sudah menyiapkan diri untuk berkenalan dengan kisah Harry Potter.

2 | Percy Jackson #1: The Lightning Thief | Rick Riordan


Series tentang anak laki-laki keturunan dewa ini juga sudah difilmkan. Saya lupa sudah menonton film ke berapanya. Cerita filmnya seru tapi biasanya novelnya akan terasa lebih seru. Tahun ini pun tahunnya menjajal kisah Percy Jackson.

3 | The Poppy War #1 |  R. F. Kuang


Ketika banyak pembaca buku memuji series ini, saya cuma kebagian membeli bukunya saja, dan sampai menulis artikel ini belum dibaca juga. Bukunya sudah lengkap tapi amunisi untuk memulainya enggak keisi-isi. Gass lah dibaca tahun ini!

4 | Lockwood & Co #1: The Screaming Staircase | Jonathan Stroud


Series ini banyak juga dibicarakan dan mencari buku pertamanya lumayan sulit. Saya aja sampai beli yang Print Of Demand dari Gramedia. Tampilannya nggak sebagus yang official, ada ilustrasi yang hilang di kovernya. Huft. Tapi enggak masalah, yang penting kan cerita di dalamnya. Tapi, kapan nih bakal dijadwalkan baca? Susah dijawab, hehe.

5 | Shadow and Bone #1: Shadow and Bone | Leigh Bardugo


Series Netflixnya kemarin tayang. Saya belum nonton sih. Tapi ada kabar kalau season 2-nya batal dibuat. Cuma nggak apa-apa lah, saya mau coba baca novelnya aja dulu. 

6 | The Strain #1 | Guillermo Del Toro, Chuck Hogan


Series lama dan sudah ada serial TV-nya. Saya memutuskan beli novel ini karena nama penulisnya yang dikenal bagus kalau bikin cerita. Saya sudah pernah baca sekali, tapi waktu itu enggak langsung buat ulasannya, jadi aja lupa lagi. Dan tahun ini saya pastikan akan ada ulasannya. Pasti itu.

7 | Perang Preator #1: Mark Of The Thief | Jennifer A. Nielsen


Ini juga series lama. Random aja sih pas beli bukunya dan sudah lengkap pula buku lanjutannya. Yang ini juga sudah baca sekali, tapi enggak langsung diulas, dan tahun ini pasti baca lagi biar masuk ulasannya.

***

Sebenarnya di TBR saya masih ada series lain yang sudah lama dipunya juga, tetapi saya hanya menargetkan ketujuh ini dulu. Jika sudah terpenuhi, bisa lanjut ke series lainnya.

Kira-kira dari 7 novel di atas, judul mana saja yang sudah kalian baca?


Januari 27, 2024

Resensi Novel Angsa Liar - Mori Ogai

Hanya satu hal yang jelas, aku tidak pantas menjadi kekasih Otama, maka lebih baik jangan menerka tentang hal yang bukan-bukan (kalimat terakhir Novel Angsa Liar; 145)


Judul:
Angsa Liar

Penulis: Mori Ogai

Penerjemah: Ribeka Ota

Penerbit: Taman Moooi Pustaka

Terbit: Oktober 2020

Tebal: iv + 156 hlm.

ISBN: 9786239018504


Ini pertama kalinya buat saya membaca buku yang diterbitkan Penerbit Moooi dan ternyata saya suka dengan bukunya. Novel Angsa Liar ini jadi novel pertama buat penerbit dan sebagai tanda tertulis angka satu di punggung bukunya. Cukup kreatif dan bikin saya pengen mengoleksi semua bukunya sampai lengkap.

Novel Angsa Liar ini menceritakan tentang pencerita yang membahas soal tidak terjalinnya hubungan antara Okada dan Otama, dan itu terjadinya 35 tahun lalu. Kemudian cerita meluncur bebas dan liar kepada tokoh-tokoh lain yang berada di sekitar mereka. Isunya lebih besar dari sekadar hubungan cinta-cintaan.

Yang paling mengena buat saya tentu saja isu soal perempuan kedua yang dimiliki lelaki dan mempengaruhi keluarga intinya. Suezo adalah gambaran pria yang dimabuk harta. Ketika sudah kaya, ia tergila-gila dengan perempuan muda dan menjadikannya gundik.

Sehebat apa pun bangkai disimpan, kapan waktu akan tercium. Itu yang terjadi, Otsune sebagai istri sah Suezo mengetahui juga kalau suaminya menyimpan perempuan lain. Sejak itu Otsune melihat Suezo dengan nilai yang berbeda. Melihat suaminya di dekat bikin geram, membiarkannya keluar rumah bikin ketar-ketir. Alhasil, bakti istri kepada suami sudah tidak tulus lagi dan segala-gala menjadi salah di matanya.

Dari sisi Otama sebagai gundik, ini bukan pilihan mudah. Hidupnya sudah sulit sejak lama, ia juga berharap bisa membuat ayahnya hidup enak setelah bertahun-tahun bekerja keras, dan begitu menjadi istri polisi, ia pun ditipu. Suezo datang di momen tepat dan Otama pun berusaha menjadi gundik yang baik. 

Tetapi menjadi sesuatu dengan cara salah tidak pernah berujung baik dan membahagiakan. Otama pun pelan-pelan membuang peran baiknya itu. Dia justru tertawan oleh pesona Okada, seorang mahasiswa. Namun, langkahnya tidak leluasa, dan mereka hanya bisa saling sapa lewat mata dan anggukkan kepala.

Lalu kenapa Okada dan Otama tidak bisa bersatu? Kalian baca saja novel ini.



Karena novel ini klasik, jadi memang butuh usaha untuk menyelesaikan membacanya walau pun halamannya tipis. Novel ini kebanyakan narasi dibandingkan dialog. Tampaknya karena penulis menggali detail cerita lebih banyak. Urutan jalan yang dilalui Okada saja dideskripsikan panjang lebar, bahkan jalur alternatifnya pun dibahas. Padahal menurut saya, susah juga buat membayangkannya.

Penulis juga bercerita dengan konsep akar serabut. Ada akar intinya, tapi lebih banyak lagi akar rambutnya ke kanan dan kiri. Awalnya membahas soal Okada, lalu disusul soal pertemuan Okada dengan Otama, dan cerita lanjut ke awal mula Suezo bisa jadi kaya dan bisa menjadikan Otama gundik, lalu di susul latar belakang Otama dan masih banyak lagi pinggiran-pinggian cerita yang menyamping.

Secara alur dan konflik, saya menyukai isinya. Cerita novel ini tuh relate dengan situasi saat ini, dimana banyak banget kasus perselingkuhan yang terekspos dan dari novel ini kita dikasih tahu dua sisi sudut pandang, sisi istri sah dan sisi pelakor. 

Walau pun isunya panas, namun penulis berceritanya dengan santun sekali. Bahkan di bagian ketika Otsune sudah dipuncak kemarahannya, penulis menceritakannya dengan slow saja. Jadi ketika selesai membaca novel ini, emosi kita bakal tetap aman terkendali.



Dugaan saya yang bikin cerita ini kalem karena setting-nya di Jepang pada jaman dulu kala. Di awal novel disebutkan kalau kejadiannya di tahun tiga belas atau sekitar 1880. Pada saat itu sastra belum kebentuk, novel luar belum banyak masuk ke Jepang, dan literasi hanya berbentuk majalah saja. Sehingga konflik sedemikan sensitif tidak digambarkan dengan brutal, berbeda halnya dengan kejadian saat ini.

Untuk kovernya sangat vulgar mempertontonkan sosok perempuan Jepang telanjang yang kayaknya sedang mencuci peralatan dapur. Hemm, kenapa dipilih kover ini ya?

Novel Angsa Liar ini saya rekomendasikan untuk kalian yang suka baca buku klasik, terutama literasi asia. Pengalamannya membacanya seru dan saya sangat menikmatinya.

Sekian ulasan saya untuk novel ini, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Januari 18, 2024

Resensi Buku The Keep It Simple Book - Simon Tyler


Judul:
The Keep It Simple Book

Penulis: Simon Tyler

Penerjemah: Anna Ervita Dewi

Sampul: Amanda M. T. Castilani

Penerbit: Bhuana Ilmu Populer

Terbit: Maret 2020

Tebal: 198 hlm.

ISBN: 9786232169029

Ada nggak di antara kamu yang sedang merasa demotivasi, lesu, kurang gairah, dalam menjalani hidup sehari-hari dan pekerjaan? Jangan-jangan itu akibat kesibukan yang berlangsung lama...

Mungkin kamu sedang butuh asupan motivasi yang bisa mengurai semuanya.

Dan menurut saya buku The Keep It Simple Book ini bisa membantu. Buku ini punya isi motivasi yang bisa dipraktikkan agar hidup kita lebih clean dan full value. Dan secara garis besar, penulis mengajak kita untuk 'Menyederhanakan Hidup'.

Ada 50 bab berisi masukan yang bisa diaplikasikan dan sebagian besar sangat relate dengan kondisi saya saat ini. Ada tiga pelajaran penting yang saya ambil dari buku ini yaitu tidak menjadi reaktif, menyederhanakan yang rumit, dan berkesadaran.



Pertama, tidak menjadi reaktif artinya memberi jeda pada apa pun. Yang paling penting buat saya adalah menahan diri ketika berbicara. Saya ini orangnya suka berkomentar dan bercerita sampai-sampai hal tidak penting pun bisa keluar dari mulut saya. Dan setelah membaca buku ini saya mulai menahan diri dengan memberi jeda setiap kali mulut saya ini akan berbicara. Karena saya tidak bisa mengontrol ucapan yang sudah diucapkan.

Kedua, menyederhanakan yang rumit aryinya membuat semua menjadi simple, bersih, dan teratur. Ternyata ada beberapa tips untuk membuat segalanya menjadi sederhana, baik pikiran, ucapan, maupun lingkungan. Beberapa cara bisa dilakukan misalnya dengan membersihkan meja kerja, menyelesaikan semua hal yang selama ini ditunda dan mengganggu pikiran, menyingkir dari situasi gaduh, dan masih banyak lainnya.

Ketiga, berkesadaran artinya kita paham apa yang kita mau tuju dan akan lakukan. Ini akan membuat kita bisa menyeleksi apa saja yang menjadi penghalang untuk mencapai tujuan kita dan itu mesti ditiadakan. Alhasil segalanya menjadi ringkas dan sederhana. 

Jujur, buku ini benar-benar mengingatkan saya kalau apa yang saya jalani terlalu sibuk, bising, dan menguras energi. Dan kalau bukan sekarang, kapan lagi kita akan membereskan itu semua. Saya cuma tidak ingin menjalani hidup yang melelahkan dan mengesampingkan kebahagiaan. Rugi sekali kalau sampai kita menjalani hari-hari tanpa bisa menikmati kebahagiaan.



Walau pun buku ini sudah selesai dibaca, tapi saya akan membaca ulang dengan membuka secara random atau memilih judul yang memang nanti saya butuhkan. Setiap babnya ditulis dengan ringkas jadi cukup membantu untuk meng-on kan semangat kita jika sedang off tanpa menghabiskan waktu yang rada lama.

Berikut beberapa poin yang saya tandai di bukunya:

"Jangan ceroboh dalam perbuatan; membingungkan dalam perkataan, ataupun bertele-tele dalam pemikiran." Marcus Aurelius (121-180) | hal. 13

...Orang yang paling terpengaruh oleh kata-kata Anda adalah ANDA SENDIRI! | hal. 14

"Jika kamu mengubah caramu melihat segala sesuatu; maka sesuatu yang kamu lihat itu akan berubah." Wayne Dyer | hal. 141

Kesimpulannya, buku ini bisa menjadi kawan kapan pun karena muatan masukkannya yang berguna sekali.

Sekian ulasan saya kali ini, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!